Tiga belas tahun setelah bertekuk lutut dan luluhlantahnya kerajaan
Hindu Bali di pulau Lombok oleh Belanda akibat strategi pejuang Sasak “Raden
Melaya Kusuma”, lahirnya seorang tokoh pejuang Islam dan pejuang kemerdekaan
Republik Indonesia. Beliau adalah TGH Mahsun dengan nama kecil Ahmad. Ahmad
dilahirkan tahun 1907 Masehi dari pasangan
Haji Mukhtar dengan Hajjah Raodah di desa Danger (sekarang), kecamatan
Masbagik, Lombok Timur.
Beliau dilahirkan pada masa masih kuatnya pengaruh Hindu-Bali yang telah
menguasai pulau Lombok selama 220 tahun. Lamanya penjajahan oleh Hindu Bali
sehingga ajaran Hindu-Bali menghunjam ke dalam kehidupan sosial keagamaan
masyarakat Sasak. Hal ini mengaburkan ajaran Islam yang berlandaskan pada Al
Qur’an dan Hadits. Di sisi lain, bercokolnya Belanda menimbulkan penderitaan
dan kemiskinan di tengah masyarakat. Penyakit spaanchgrip dan wabah kolera
menjadikan penggali kuburan kerja lembur menunggu mayat-mayat yang datang silih
berganti. Sangatlah wajar jika Haji Mukhtar dan Hajjah Raodah sangat memimpikan
agar Ahmad belajar ilmu agama dan menjadi pejuang bebasnya rakyat dari
penderitaan.
Gemuruh letusan Gunung Rinjani pada tanggal 4 November 1915 seolah
mengiringi langkah Ahmad memasuki pendidikan formal pada Sekolah
Peralihan (Schaakel School). Khusus
untuk Onder Afdeling Lombok Timur sekolah berpusat di Masbagik yang kemudian
berubah nama menjadi Sekolah Dasar tersebut menggunakan bahasa Belanda dalam
waktu 5 tahun. Setelah menamatkan sekolahnya, Ahmad terus belajar ilmu-ilmu agama
Islam termasuk mengaji (membaca) Al Qur’an dan ilmu-ilmu fiqih dasar. Menginjak
usia dewasa Ahmad menikah dan memiliki keturunan. Pada tahun 1936 Ahmad
berangkat ke Tanah Suci Mekah melaksanakan rukun Islam yang kelima sekaligus
memperdalam ilmu-ilmu agama pada Imam Besar Masjidil Haram. TGH Mahsun pernah
menikah sampai 9 kali dengan istri-istrinya yang bernama 1) Inaq Badri alias Kalsum, alias Hajjah Raodah, 2) Inaq Syaraf (Inaq
Eseq), 3) Hajjah Selamah dari Dasan Ma’alan, 4) Inaq Muslihin mempunyai anak
bernama Muslihin, 5)Hajjah Rahmah 6) Inaq Ridwan (Kalsum) , 7) Hajjah Wardiah,
8) Hajjah Mahmudah, dan 9) Hajjah Nur
Asmah (Pontianak). Jumlah putra-putri dari seluruh istrinya 34 orang
Pada tahun 1940 Masehi, Ahmad kembali ke
tanah air mendakwahkan ilmu yang telah diperoleh dari satu tempat ke tempat
lain seperti ke Masbagik (Hampir semua desa) Bebidas, Sapit, Karang Baru,
Sembalun, Suradadi, Mumbul, kemudian mendapatkan penghargaan dari masyarakat
dengan gelar Tuan Guru menjadi Tuan Guru Haji Mahsun. TGH Mahsun. Disamping
berdakwah TGH Mahsun terus belajar dan belajar menggali ilmu-ilmu agama yang
ada di Lombok seperti TGH Muhammad Shaleh Hambali di Bengkel
dan Datuq Badar atau TGH Badarul Islam di Pancor. Beliaupun aktif berdiskusi
dengan para tuan guru lainnya seperti
Datuq Manan Bagek Nyaka, TGH Mutawalli, TGH Haris Pohgading, TGH Faesal Praya,
dan tuan guru-tuan guru lainnya di pulau Lombok. Di samping berdakwah, TGH
Mahsun mendirikan lembaga pendidikan seperti Yadinu dan bangunan pendidikan non
formal di berbagai tempat. Beliau juga aktif menjadi promotor, membangun dan
merenovasi masjid seperti Masjid Masbagik, Kopang, Masjid Jerowaru bersama TGH
Mutawalli, Masjid Pohgading bersama TGH Haris, Masjid Pancor bersama TGH
Badarul Islam.
Mendaratnya tentara Jepang di Labuan Haji pada tanggal 12 Mei 1942
dengan menempatkan pos-pos pasukannya di beberapa tempat menjadi pusat
perhatian TGH Mahsun karena kedatangan penjajah telah membawa kesengsaraan yang
teramat sangat di kalangan masyarakat sebagaimana yang dialami dan dilihat pada
masih muda. Propaganda Jepang Tiga A "Nippon Pemimpin Asia", "Nippon Pelindung Asia" dan "Nippon Cahaya Asia" menambah keyakinan TGH Mahsun bahwa penjajah
ingkar janji dan menyebabkan penderitaan rakyat. TGH Mahsun bergabung dengan
laskar-laskar perjuangan KNI, BKR dan Laskar Basmi. Laskar Basmi dengan pengurusnya Lalu Djaya (guru), Abd. Rahim (guru), Rawisah (Kepala Desa Pringgasela),
Bapak lsne Lenek, TGH Muhammad (Pringgasela), TGH Mahsun (Masbagik) dan yang
lainnya. Tepat pukul 02.00 tanggal 11
Desember 1945 dengan kekuatan 85 orang
melakukan penyerangan di Barang Panas. Selain itu, bergabung pula pemuda dari
desa sekitarnya Pringgasela, Lenek, Anjani, Masbagik termasuk pemuda Penyaong. Akibat tidak seimbangnya
kekuatan mereka dengan persenjataan tradisional menyebabkan gugurnya pemuda
dari Laskar Basmi antara lain ; 1) Bapak HAWA dari Desa Pringgasela, 2)Bapak
MINAH dari Pringgasela, 3) Bapak MUHAMMAD dari Pringgasela, 4) Bapak SELAMAH
dari Pringgasela, dan 5) ALAM dari Penyaong dan satu luka berat yaitu Amaq
Arisah dari Anjani. Perlawanan Barang Panas membangkitkan semangat juang dan
perlawanan di Wanasaba, Mamben, dan Labuan Haji. Akibat pertempuran ini gugur
para pemuda Wanasaba dan Mamben sebagai berikut 1) Haji Tahir, 2) Amaq Djainoer,
3) Amaq Djahrah, 4) Amaq Sapinah, 5) Amaq Muaddah, 6) Haji Syamsuddin, 7) Haji
Sirodjuddin dadanya tembus dengan peluru dan selamat.
Di bomnya Hiroshima dan Nagasaki Jepang. Akhirnya tentara NICA yang
membonceng Belanda datang ke Indonesia tidak terkecuali di Lombok. Pada bulan
Mei 1946, kedatangan tentara Sekutu menuju Selong melewati Masbagik mendapatkan
gangguan dari pasukan TGH Mahsun. Di sekitar Bagek Bontong dan Bila Sundung
Masbagik, tentara sekutu dihadang oleh pasukan TGH Mahsun Danger sehingga
menyebabkan pihak NICA memberikan tembakan ke arah pemuda Laskar Basmi di
Masbagik. Para pemuda menggunakan senjata-senjata tradisional seperti kelewang
dan keris sementara pihak sekutu menggunakan senapan api. Oleh karena itu,
keadaan ini membuat para pemuda pejuang tiarap dan melompati parit-parit di
sekitarnya kemudian meninggalkan arena pertempuran untuk menyelamatkan diri.
Pada tanggal 7 Juni 1946, dengan persiapan yang lebih matang untuk
melakukan penyerangan. Siasat yang digunakan malam itu dengan sistem
bergeriliya, dengan melalui jalan daerah aman dari kaki tangan NICA. Pada pukul
18.00 pasukan Sayid Saleh dari Pringgasela dan Amaq Sabri dari Mamben bergerak
melalui Lendang Nangka dan bergabung dengan pasukan yang dipimpin TGH Mahsun di
Danger. Pasukan TGH Mahsun di Danger bersama Haji Sapoan, Haji Syahrudin, Loq
Kip, Amaq Masirah, Haji Izam, Amaq Mastur, Amaq Rat. Pasukan itu bergabung pula
dengan Haji Misbah Masbagik. Pasukan gabungan bergerak ke arah selatan menuju
Batu Sebelaq ke selatan dan disitu pula
bergabung pasukan Muh. Syah, Maidin, pasukan Lalu Muchdar dari Dasan
Lekong. Keseluruhan pasukan ini merupakan suatu komando yang akan bergerak dari
selatan. Selanjutnya pasukan bergabung dengan Haji Muhammad Faesal (Saudara
TGKH Zaenuddin Abdul Majid) dari Pancor. Kesemuanya bergerak menuju Dasan
Embung Basari (2 km selatan Kota Selong) kemudian menuju Gedung Juang tempat
tentara NICA.
Senjata mereka lebih banyak mengandalkan senjata tradisional seperti
keris, kelewang, bambu runcing dan persenjataan tradisional lainnya. Strategi
penyerangan yang semula dilakukan secara diam-diam. Tetapi Haji Mohammad Faesal
memberikan semangat dengan memekikkan kalimah ALLAHUAKBAR dan menyebabkan
pertempuran yang sangat sengit. Berdasarkan informasi TGH Mahsun sendiri “Saya
melihat sendiri Haji Mohammad Faesal ditembaki oleh tentara NICA hampir sepuluh
kali berondongan senjata api yang kemudian tersungkur di tanah”. Persenjataan
yang tidak seimbang menyebabkan gugurnya pejuang-pejuang Sasak. Setelah
kejadian itu, pada tanggal 9 Juni 1946 diadakan penangkapan di seluruh pulau
Lombok. Penangkapan dan penggerebekan
itu lakukan di desa Masbagik, Pringgasela, Lenek, dan Lendang Nangka, Dasan
Lekong, Pancor, Selong, Kelayu, Tanjung dan lain-lain. Selain di Lombok Timur
juga di Lombok Barat dan di Lombok Tengah. Dalam beberapa hari saja habislah
pemuda-pemuda maupun laskar-laskar kita dipegang dan digiring ke dalam penjara
maupun tangsi polisi. Walaupun demikian masih beruntung pula karena
rahasia-rahasia se bag ian nya tetap terpeIihara sehingga cukup sulit dalam
tarap pengusutannya.
Dalam bidang dakwah TGH Mahsun adalah sosok pendakwah yang kharismatik.
Semua orang atau jama’ah merasa dekat dan merasa betah ketika bersamanya. Hal
ini mungkin disebabkan oleh kesederhanaannya yang tidak membedakan jama’ah dan
mudah bergaul dengan berbagai stratifikasi masyarakat. Hal yang menjadi
keunggulan beliau juga adalah kemampuan bersosialisasi dengan kalangan milenial
dan langsung bergabung dengan organisasi sekolah seperti OSIS dan pramuka di
Yadinu. Dalam hidupnya beliau sering menyampaikan dan mengucapkan kata-kata
yang mengandung nilai filosofis seperti Eraq
je beu tegelontongan teloq lekan Mataram jok Masbagik, Genne dateng suatu masa sumur mete timbaq,
Pede tao-tao entiq sabok mesaq, Eraq
lueq ilmu siq tesampeyang sebatas belong (Silahkan cari arti dan maknanya).
Beberapa orang yang menjadi teman dekat mengakui bahwa beliau memiliki karomah
dengan menyebutkan beberapa peristiwa 1) Penghadangan tentara NICA ke Selong
melalui Masbagik menyebabkan pertempuran tetapi beberapa pucuk senjata tidak
dapat berfungsi setelah beliau mengangkat dan memutar-mutar sorbannya, 2)
Terbakarnya toko di Masbagik, beliaulah yang naik ke Masjid mengangkat dan
memutar sorbannya sehingga api tidak merambat dan hanya membakar satu toko, 3)
Beliau ikut dalam konferensi di Gunung Rinjani bersama tokoh-tokoh ulama dunia
dan menyampaikan pesan hasil musyawarah, 4) Menyuruh orang duluan berangkat,
akan tetapi dia telah sampai lebih awal, 5) lampu stronking tidak mati sampai
subuh walaupun hanya sebotol minyak.
Pada tanggal 24 Juni 1987 M merupakan hari berduka bagi masyarakat
Masbagik dan seluruh tokoh-tokoh agama di pulau Lombok karena TGH Mahsun wafat
meninggalkan alam yang fana ini. Di hari itu, beliau terduduk menghadap kiblat
sambil mengucapkan kalimat takbir sambil mengangkat kedua tangan dan
menyedekapkannya di dada sambil menghembuskan napas terakhir. Pada saat
wafatnya TGH Mahsun banyak hal-hal yang agak ganjil seolah alam ini ikut
berduka. Kejadiannya adalah tiba-tiba wafatnya diiringi oleh lampu yang semua
terang kemudian redup kemudian terang kembali. Hal itu terjadi bukan hanya di
Lombok Timur tetapi di seluruh pulau Lombok. Konon, beberapa orang pembawa
jenazah bercerita dan menyatakan bahwa mayatnya TGH Mahsun sudah tidak ada di
keranda. Mayat beliau menghilang dan ketika diphoto tidak ada yang terlihat di
dalam kamera melainkan hanya sinar putih terang semata.
Hal yang menjadi keheranan dokter-dokter di Rumah Sakit Islam Mataram
adalah ketika beliau disuntik. Beberapa kali jarum suntik dimasukkan, tetapi
jarum suntik bengkok tidak dapat masuk. Baru setelah beliau dibangunkan dan
meminta izin untuk beliau disuntik, maka dengan seketika dengan mudah jarum
suntik dapat dimasukkan. Salah seorang tokoh spiritual yang dikenal oleh banyak
orang Lombok yaitu Guru Bolang atau Tuan Guru Haji Bolang berkata dengan suara
yang lantang sambil menunjuk ke arah Jasad TGH Mahsun yang terbungkus kain
kafan “Ini adalah Auliyaulloh”. Bahkan beberapa tokoh rombongan Maulana Syekh
Tuan Guru Kyai Haji Zaenuddin Abdul Majid yang diutus menghadiri pemakaman
menyatakan “Nah...ini baru meninggalnya orang shaleh”. Kesemuanya ini adalah
kata-kata atau kalimat-kalimat yang memberikan dorongan agar kita selalu
menghargai para pendahulu kita yang telah menanamkan jasa kebaikan.
Bagi kita yang ditinggalkan yang
terpenting sesuai dengan pesannya “Berpeganglah pada Al Qur’an dan Hadits serta
menjaga persatuan dan kesatuan menuju kemajuan Islam” Untuk mengetahui Sejarah Lengkap Beliau klik PAHLAWANKU
Komentar
Posting Komentar