Pura Meru Cakranegara merupakan
salah satu bangunan tempat peribadatan ummat Hindu yang terbesar di pulau Lombok dan didirikan oleh raja Singasari (Karang Asem
Sasak) pada
tahun 1744. Di antara kerajaan-kerajaan kecil itu Singasari menjadi wakil
Karangasem(Bali) di Lombok. Oleh karena itu Singasari juga dinamakan Karangasem
Sasak. Karena menjadi perebutan pengaruh dan masing-masing berlomba untuk
menjadi “ yang ter….” di pulau Lombok. Perang saudara pun tak dapat dihindarkan
dan perang berakhir pada
tahun 1893 dengan Mataram sebagai pemenangnya pada tahun 1839.
A.
Lokasi
Pura Meru terletak di wilayah Kelurahan
Cakranegara Timur bersebelahan jalan dengan kompleks Taman Mayura, karena
antara keduanya merupakan satu kesatuan di dalam konsepsi tata letak pusat
pemerintahan Cakranegara pada waktu itu. Pura Meru terletak di sebelah selatan
jalan, sedangkan Taman Mayura di sebelah utara jalan. Antara keduanya mempunyai
keterkaitan fungsi dan hubungan historis. Dari Mataram hanya sekitar 2
kilometer.
B.
Ukuran dan Luas
Kelompok bangunan pura ini terletak
pada satu lokasi yang dikelilingi pagar dan terdiri atas emapat bagian yaitu
- Halaman Jero Pura/Jeroan disebut juga
Utama Mandala. Bangunan inti pura berupa bangunan-bangunan yang bersifat
sakral dalam bentuk meru sedangkan yang lainnya berbentuk padmasari, bale
(balai) dan sanggar-sanggar kecil sebanyak 29 buah. Tiga buah bangunan
berbentuk meru berderet utara-selatan. Yang terbesar dan tertinggi berada
di tengah, beratap ijuk, bersusun sebelas
- Halaman Jaba Tengah atau Madya Mandala,
disebelah timur, di kanan kiri kori Agung terdapat dua buah bangunan
berbentuk “panggungan” disebut “Bale Gong. Bentuk dan ukuran keduanya
sama, ditempatkan secara simetris. Lokasi ini berfungsi sebagai tempat
orang mempersiapkan sajen dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
upacara. Bale Gong juga berfungsi sebagai tempat gamelan yang digunakan
dalam rangkaian upacara.
- Halaman Jaba Pesan dan Nista Mandala, pada
dinding sebelah utara terdapat sebuah pintu masuk, bukan pintu utama
tetapi justru pintu lain ini yang lebih banyak digunakan oleh pengunjung
sehari-hari.
- Halaman Jabaan, Pintu utama masuk pura
terletak di sisi utara bagian ini berbentuk gapura “candi bentar”. Antara
halaman Jabal Pesan dengan Jabaan tidak terdapat pagar/dinding pembatas
sehingga keduanya terkesan menjadi satu halaman. Di sudut barat laut
halaman ini terdapat sebuah bangunan kecil dengan lantai yang ditinggikan,
tempat “kulkul” (kentongan) disebut “Bale Kulkul”. Kulkul ini berfungsi
sebagai alat kominukasi untuk memanggil orang agar berkumpul.
C.
Fungsi
Pura Meru berfungsi sebagai tempat
persembahyangan bagi pemeluk agama Hindu Dharma. Di samping sebagai sarana
kegiatan ritual keagamaan, bila kita kaji latar belakang dibangunnya pura ini,
secara politis berfungsi sebagai sarana pemersatu bagi orang-orang Bali yang di
Lombok, terutama pada waktu itu di lombok terdapat beberapa buah kerajaan kecil
dari orang-orang Bali.
Sekali dalam setahun diadakan upacara Pujawali
atau Usadha, yaitu upacara besar pada bulan purnama bulan ke-4 menurut
perhitungan kalender Bali, biasanya jatuh pada bulan September-Oktober Tarikh
masehi. Pada hari itu, semua banjar atau kampung sebanyak 29 kampung membawa
alat dari pura pemaksanya masing-masing data di Pura Meru melakukan upacara
ritual Pujawali dan menghias sanggar masing-masing. Untuk meru yang tiga buah
itu, sajen dibuat oleh panitia Pura (dahulu dilaksanakan oleh istana).

Upacara Pujawali biasanya dimulai pada
sekitar 10.00, semua alat upacara dan pikulannya (disebut jempana) harus
dibersihkan secara simbolis dengan upacara. Hal ini disebut “nyuciang” atau
“melelasti”. Upacara pembersihan ini dilakukan di pancuran air yang terletak di
Pura Kelepug, Taman Mayura. Di sini jelas keterkaitan fungsi antara Pura Meru
dengan Taman Mayura. Pada sore harinya, barulah diadakan upacara
persembahyangan Pujawali yang secara keseluruhan memerlukan waktu tiga hari,
maka segala alat sanggah itu di bawa ke kampung, ke pemaksaan masing-masing.
D.
Status
Ditinjau
dari segi usia maupun latar belakang keberadaannya, pura meru di cakranegara
ini merupakan “ benda cagar budaya “ sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
nomor 5 tahun 1992 tentang benda cagar budaya, pasal 1, ayat 1, karena
disamping factor usianya diatas 50 tahun juga
memiliki arti penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
Sebagaimana layaknya “ benda cagar
budaya “yang masih difungsikan oleh masyarakat pendukungnya, pemilikan dan
pemanfaatannya (dalam arti sesuai dengan fungsinya semula) ada pada kelompok
masyarakat itu sendiri. Pemerintah dalam hal ini departemen pendidikan dan
kebudayaan hanya memberikan bantuan teknis tentang perawatan dan pemeliharaan
terhadap bangunan dan lingkungan, serta upaya-upaya yang bersifat perlindungan
dalam rangka pelestariannya.
E. Latar Belakang
Sejarah
Menjelang
akhir abad ke-17, kerajaan yang paling terkemuka di Lombok ialah Pejanggik di
Lombok Tengah, dan Selaparang di Lombok Timur. Kedua kerajaan itu semula
berhubungan erat karena pertalian keluarga. Namun, dalam perjalanan waktu,
konflik antar keduanya pun tak dapat terhindarkan akibatnya terjadilah
perpecahan. Dalam situasi yang demikian, terbukalah peluang munculnya pihak
ketiga. Beberapa sumber menyebutkan bahwa kerajaan Gelgel ( Bali ) telah
beberapa kali berupaya melebarkan sayapnya ke Lombok namun gagal, sampai pada
akhirnya Gelgel di gantikan oleh Karangasem.
Ketika
terjadi konflik di antara para bangsawan Sasak ( Lombok ), patih kerajaan
Pejanggik yang bernama Arya Banjar Getas pergi Karangasem untuk meminta
bantuan.Kesempatan inipun tidak disia-siakan oleh Karangasem.Peperangan demi
peperangan pun berlangsung hingga pada akhirnya Kerajaan Pejanggik, Selaparang,
dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya dapt ditaklukkan oleh karangasem.Wilayah
Lombok pun terbagi menjadi 2, yaitu bagian barat milik karangasem sedangkan
bagian timur milik Banjar Getas. Dan beberapa kerajaan kecil, seperti
Singasari, Mataram, Pagesangan, Pagutan, dan Sengkongo.
Kerajaan-kerajaan
tersebut bergabung berdasarkan asas kekeluargaan untuk mencapai kemakmuran dan
kepentingan bersama. Untuk memperkuat persatuan ini raja Singasari mendirikan
Pura Meru di Singasari pada tahun 1744. Di antara kerajaan-kerajaan kecil itu
Singasari menjadi wakil Karangasem(Bali) di Lombok. Oleh karena itu Singasari juga
dinamakan Karangasem Sasak. Karena menjadi perebutan pengaruh dan masing-masing
berlomba untuk menjadi “ yang ter….” di pulau Lombok. Perang saudara pun tak
dapat dihindarkan dan perang berakhir pada tahun 1893 dengan Mataram sebagai
pemenangnya pada tahun 1839.
Sumber : Depdikbud, 1977
Komentar
Posting Komentar