Langsung ke konten utama

SUKU SASAK LOMBOK PADA MASA KUNO


Pada akhir zaman prasejarah, masyarakat di Pulau Lombok telah mulai mengenal tata kehidupan yang lebih teratur. Dalam melanjutkan hidup dan kehidupannya, mereka memerlukan ketentraman dan keamanan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, teratur, terarah dan selamat. Untuk itulah mereka memerlukan pimpinan yang tepat, supaya masyarakat terjamin segala-galanya. Pucuk pimpinan ini adalah raja atau datu, namun pelaksana di tingkat yang lebih rendah (desa) ditunjuk pembantu-pembantu. Hubungan antara atasan dengan desa dilatarbelakangi oleh hubungan kesetiaan.

A.    Pola Kehidupan Zaman Kuno
30
Pada zaman kuno, proses kehidupan sosial budaya berlangsung masih sangat sederhana. Di bidang pendidikan, masyarakat suku Sasak mengajarkan anak-anak ilmu kedukunan, memberikan do’a-do’a, mantra kepada anaknya. Begitu pula hal-hal yang berhubungan dengan tatacara mencari kebutuhan, mereka memberikan bekal kepada putra-putrinya tentang tatacara beternak, bertani dengan baik. Menurut Suyitno ( 1986) Pada bidang kesenian, mereka mempelajari ukiran sederhana dan tarian-tarian yang bersifat menghibur.
Hasil karya sastra pada zaman kerajaan Selaparang Hindu sangat maju terutama seni tembang. Hasil sastra berupa lontar yang memuat legenda. Bahasa yang dipergunakan adalah Bahasa Kawi dan Jawa Madya. Demikian pula hurufnya, sastra di Pulau Lombok mengalami kemajuan meskipun perkembangannya pada akhir-akhir ini tidak terlihat lagi melainkan hanya pembacaan-pembacaan dari yang sudah ada.
Dalam hal hubungan antara golongan yang satu dengan golongan yang lainnya berjalan dengan baik, mereka saling hormat menghormati. Kerajaan-kerajaan di Lombok telah melakukan hubungan dengan negara atau daerah lain. Hubungan Lombok dengan Sumbawa terutama dalam bidang perdagangan meskipun yang diperdagangkan adalah hasil bumi. Pelabuhan yangsering digunakan sebagai tempat bersandarnya kapal-kapal atau perahu-perahu dagang pada masa itu adalah pelabuhan Sugian, Lombok dan pelabuhan atau labuhan haji.
Menurut Herman V.J (2004) Pelabuhan-pelabuhan tersebut menjadi pintu masuknya barang-barang kebutuhan dan alat-alat rumah tangga serta perhiasan. Salah satu cara atau system perdagangan yang digunakan adalah dengan system barter (tukar menukar barang dengan barang). Hal ini dibuktikan dengan temuan benda-benda bersejarah seperti piring porselin dan buli-buli. Ditemukannya benda-benda tersebut merupakan bukti kuat tentang adanya hubungan antara  masyarakat Pulau Lombok dengan China. Piring porselin tersebut diperkirakan berasal dari abad XII sampai dengan abad XIII pada masa Dinasti Sung, sedangkan buli-buli berasal dari masa Dinasti Yuan abad XIII dan XIV. Selain itu, Kedudeng dipergunakan sebagai perhiasan pada masyarakat di desa Bayan
Bangsa Cina telah menguasai jalur perdagangan laut sebelum abad X. Perdagangan  lewat   jalur   laut   memungkinkan arus dagang dalam jumlah besar sehingga barang-barang yang berasal dari Cina juga banyak ditemukan di Pulau Lombok. Penemuan batu nisan yang bertuliskan huruf Cina dan Arab di Pringgabaya menunjukkan adanya pengaruh China dan Arab seiring masuk dan berkembangnya Islam di Pulau Lombok. Di Batu Cangku dan Batu Pandang Kecamatan Pringgabaya diketemukan arca seperti yang terdapat di Orong Panggungan (Wanasaba) merupakan peninggalan Selaparang Hindu. Melihat bentuk dan typenya peninggalan tersebut dapat diketahui bahwa kerajaan di Pulau Lombok ini telah mempunyai hubungan dengan negara/daerah luar. Di kecamatan Pringgabaya terdapat obyek wisata pantai Ketapang, setiap hari terakhir bulan Safar di tempat ini diadakan acara adat Rebo Bontong dengan menampilkan banyak atraksi seni, mulai dari musik gendang beleq, panggung, sendratari, cerita rakyat Cupak gerantang, tari jangger dan lain-lain
B.    Pengaruh Agama Budha dan Hindu
1.     Pengaruh Agama Budha
Menurut Musipuddin (2004) Pengaruh Agama Budha telah dapat diketahui sejak awal keberadaan kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia seperi Kutai, Tarumanegara dan Sriwijaya. Ketika kerajaan Sriwijaya berkuasa, pulau Lombok disebutkan sebagai wilayah kekuasaannya meliputi : Sin-to (Sunda), yang berbatasan dengan Yong-ya-lu (Jenggala), Batas Su-chi-ton (Sriwijaya), adalah Suito. Disamping kekuasaan Yong-ya-lu juga Ta-ban (Tumapel), Po-hu-yuan, Ma-teng (Medang), Hsi-ning (?), Teng-che, Ta-kang, Huan-ma-chu, Ma-li (Bali) Niu-lun (Lombok), Tan-jung-wu-lo (Tanjung Pura-Kalimantan), Ti-wu (Timor), Peng-ya-i (Banggai, Sulawesi), Wa-nu-ku (Maluku).
Bukti konkrit adanya pengaruh agama Budha di Pulau Lombok antara lain
a.     Temuan 4 (empat) buah arca Budha dari perunggu pada tahun 1960 di Lombok Timur tepatnya di Batu Pandang, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur,. Keempat Patung Budha tersebut kini disimpan di Museum Nasional Jakarta. Dua  di  antara  patung  tersebut dikenal sebagai Tara dan Awalokiteswara. Menurut Dr. Soekmono, satu diantaranya mirip dengan patung Budha yang terdapat di Candi Borobudur berasal dari abad IX dan X. Tradisi membuat patung telah bermula sejak zaman prasejarah yakni pada masa megalitikum.. Patung yang kini masih tersimpan di MuseumNusa Tenggara Barat, antara lain (1) Patung Petal jemur merupakan perwujudan dari cerita Petal Jemur, (2) Patung Burung yang merupakan simbol pengasih-asih bagi pemilik benda, (3) Patung Nyenggek yang berfungsi sebagai benda hias, dengan mengambil cerita rakyat Lombok, (4) Patung Keris yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan keris, (5) Patung Kemberasan berfungsi sebagai simbol keberkahan. Oleh masyarakat suku Sasak di Lombok biasanya patung ini disimpan di tempat beras. Lihat, Museum Negeri NTB, “Katalog Pameran Patung Nusantara : Benang Merah Tradisi Lama” Mataram, 2001
b.     Penemuan sebuah Genta di  Pendua,  Desa  Sesait, Kecamatan Gangga Lombok Barat. Genta yang ditemukan terbuat dari perunggu, bentuknya  menyerupai stupa dengan bagian tangkai bagian atas diberi hias Wajra berujung lima. Wajra adalah tanda Dewa Indra atau tanda pendeta Budha.
Secara etimologis kata Buddha berasal dari kata kerja buddha yang artinya bangun. Orang Buddha adalah orang yang bangun. Kata Buddha bukan nama orang melainkan suatu gelar. Nama pendiri agama Buddha yang sebenarnya adalah Siddartha (artinya : mencapai tujuannya). Pendiri agama Buddha ini juga sering disebut Gautama. Keluarganya menganggap diri mereka keturunan guru weda Gautama. Bahkan sering pula ia disebut shakyamuni (yakni rahib atau yang bijaksana dari kaum shakya), kadang-kadang ia juga disebut shakyasinha (singa dari kaum shakya) karena ia termasuk golongan ksatria dari keturunan shakya. Orang Buddha mengajarkan umat untuk menjalani hidup susila dengan membayangkan kesenangan syurga di kemudian hari atau penjelmaan kembali yang bagus sebagai balasan pahala mereka. Mereka diajarkan tentang adanya karma. Pengikut Buddha terbagi menjadi dua golongan :
a.      Orang awam ( bukan biksu ). Golongan ini dapat mengerjakan pekerjaan yang biasa dan melanjutkan hidup sehari-hari secara kekeluargaan, dan kepada mereka diberikan perintah kesusilaan secara khas, yaitu janganlah membunuh, janganlah mencuri, janganlah berdusta, janganlah berzinah dan janganlah meminum minuman keras.
b.     Para rohaniawan yang terdiri dari para biksu (sangha). Mereka itu harus mengindahkan perintah-perintah tersebut di atas secara serius, dan harus pula hidup dalam keadaan/kondisi yang benar-benar suci, disamping hidup dalam keadaan miskin serta taat kepada peraturan dan ketetapan-ketetapan yang digariskan.
Ajaran agama Buddha menentang kesombongan kasta pandita dari kaum Brahmana. Budha menentang dengan  keras hal-hal yang terdapat di dalam ajaran mereka. Dalam kaitan ini, ia juga menolak ajaran yang mengatakan bahwa para brahmanalah yang harus menduduki tempat-tempat utama dalam masyarakat. Buddha sama sekali tidak membeda-bedakan pangkat dan kedudukan. Para pengikutnya terdiri dari nelayan, tukang batu, pengembala sapi, penyapu jalan dan lain-lain. Sehingga terlihat bahwa di dalam golongan Buddha tidak ada perbedaan kasta, meskipun hal ini tidak berarti bahwa Buddha menentang sama sekali sususnan kasta tersebut pada umumnya.
Agama Budha cukup berkembang di pulau Lombok, namun sejarah kedatangan agama ini tidak jelas, apakah dari pulau Bali ataukah dari pulau Jawa. Dalam kaitan ini W.F Stutterheim menyatakan bahwa pengaruh agama Budha dan Hindhu di pulau Bali sebenarnya sudah ada pada abad ke 8 M Pendapat tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat stupika-stupika yang bertuliskan mantera-mantra agama Budha yang ada persamaannya dengan yang terdapat di Candi Kalasan Yogyakarta. Penganut agama Buddha telah ada di Lombok sekitar pada abad ke-8 atau ke-9 M. Perkiraan ini berdasarkan penemuan 4 buah arca perunggu di Batu Pandang, Desa Sapit, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur sekitar tahun 1960. Arca tersebut diduga peninggalan abad ke 8 atau ke 9 M. Penganut agama tersebut kemungkinan penganut agama Buddha Mahayana, sebab menurut penilaian R. Sukmono, satu diantara arca-arca tersebut mirip dengan arca-arca yang terdapat pada candi Borobudur, Jawa Tengah. Sedangkan dua buah arca lainnya terdiri dari Arca Dewi Tara dan Arca Awalokiteswara.
Disamping itu terdapat pula istilah lain yang menyangkut agama Buddha, yaitu Buddha buddhi. Kekuasaan yang tertinggi dalam kepercayaan ini di sebut Batara Guru, sedangkan kitab sucinya di sebut pelukatan, dan pemimpin agamanya disebut Dukuh. Para penganut kepercayaan Buddha-buddhi tidak mengenal pembakaran mayat, tetapi mayat tersebut dikuburkan, sebagaimana terjadi di kalangan masyarakat Islam Sasak pada umumnya. Mereka merupakan bagian dari penduduk Lombok yang pada permulaan datangnya Islam tidak mau memeluk agama ini, bahkan lari ke gunung-gunung, untuk selanjutnya mereka menetap di Deliman Ireng. Deliman Ireng yaitu suatu desa yang terkenal dengan sebutan Tebango atau Pemenang.
Sementara itu, diantara mereka terdapat pula penganut kepercayaan lama yang di sebut Buddha Keling. Setelah kedatangan Islam, kebanyakan mereka masih bertempat tinggal di Pajarakan, Parwa, Pengantap, Tawun Dan Tebango, Dusun Pemenang serta di Karang Panasan Kec. Tanjung Lombok Barat. Sebagaimana di antara mereka bertempat tinggal di Tendaun dan Ganjar  Kecamatan Sekotong Lombok Barat.
Dalam perkembangannya, sebagian dari pengikut agama Budha tersebut telah berpindah keyakinan untuk menganut agama Hindhu (Wiratsari). Dalam kaitan ini, Babad Lombok menjelaskan bahwa akibat dari adanya pergantian keyakinan tersebut, timbullah kutukan dari Tuhan Yang Maha Kuasa terhadap masyarakat suku Sasak. Kutukan tersebut berupa meletusnya Gunung Rinjani yang mengakibatkab hancurnya sawah ladang berikut kampung halaman mereka. Peristiwa ini menyebabkab terpencar-pencarnya masyarakat sasak ke berbagai penjuru Lombok. Mereka mulai membangun kampung halaman baru yang letaknya juga berpencar-pencar.
Beberapa di antara mereka berlokasi pada tempat-tempat yang berdekatan, namun ada pula di antara mereka yang berjauhan dan dipisahkan oleh hutan belantara serat semak belukar. Lambat laun kampung-kampung tersebut menjadi semacam kedatuan kecil, yang kemudian diantaranya berkembang menjadi kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan Langko, Bayan, Pejanggik, Lombok dan lain sebagainya.
Pandita I Komang Gde, salah seorang tokoh agama Buddha di Lombok mengemukakan bahwa masyarakat Buddha di pulau Lombok pada mulanya berasal dari pulau Jawa yang datang melalui Bayan. Hingga saat ini jumlah pengikut agama tersebut sekitar 30.000 orang dan tersebar di beberapa tempat seperti Tanjung yang meliputi Karang Panasan di bawah pimpinan Bapak Martinom dan Lendang Bile. Sedangkan Bapak Sudiasim memimpin Lendang Kecamatan Gangga, Lenek, Kampung Baru, Tebango, Pemenang, Gangar Sekotong Timur, Tendaun dan lain-lain.
Menurut Gde, agama Buddha sebagaimana halnya agama-agama lain mempunyai pengaruh cukup besar dalam kebudayaan Sasak. Pengaruh tersebut tidak hanya menyangkut masalah tatacara pribadatan, namun juga terhadap tata cara hidup dan kehidupan mereka sehari-hari, termasuk di dalamnya adat istiadat mereka. Sejalan dengan bergulirnya waktu, pengikut agama ini semakin berkurang. Ini dikarenakan banyak pengikut yang berpindah keyakinan dan memeluk agama Islam
2.     Pengaruh Agama Hindu
Setelah runtuhnya kerajaan Sriwijaya muncullah kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang bercorak Hindu dan sejak abad ke 13 memainkan peranan penting di seluruh Nusantara. Perkembangan pesat yang diraih oleh Majapahit karena dukungan dari patihnya yang bernama Gajah Mada. Gajah Mada bersumpah ”Saya tidak akan makan buah palapa, sebelum seluruh Nusantara bersatu di bawah kerajaan Majapahit”. Sumpah tersebut dengan nama sumpah palapa. Setelah Raja Hayam Wuruk memerintah, sumpah tersebut terwujud dengan bersatunya seluruh Nusantara di bawah kerajaan Majapahit.
Sebagai kerajaan besar di Nusantara,  Majapahit memiliki pengaruh yang sangat besar. Pulau Lombok disebutkan dalam kitab Negara Kertagama karya Pujangga Mpu Prapanca, dalam Sarga XIII dan XIV dengan perincian sebagai berikut : Jawa, Sumatera, Kalimantan, Semenanjung Malaya, Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Irian Jaya. Sesudah gurun maka sampailah kita ke daerah pulau Lombok Mirah Sasak yang utama. Kerajaan Majapahit berkuasa sejak tahun 1292-1309 M.
Menurut Usri Indah Handayani (2004) Pengaruh Hindu di Lombok dibuktikan melalui : (1) Temuan Arca Siwa Mahadewa Tahun 1950, di Batu Pandang, Desa Sapit Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur.  Arca tersebut bergaya  Jawa  Tengahan  abad  IX, (2) Tradisi masyarakat Pujut mengatakan tentang asal usul nenek moyangnya dari Majapahit yaitu Raden Mas Mulia.  Di Klungkung,  Bali  Mas  Mulia  kawin  dengan  Putri  Dewa Agung Putu Alit bernama Dewi Mas Ayu Supraba. Dari Bali, Mas Mulia disertai 17 keluarga berangkat menuju Lombok dan menetap di Pujut
Agama Hindhu pada mulanya adalah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang bersangkutan dengan itu. Hindhu sebagai agama tumbuh dari perasaan dan pikiran keagamaan 2 bangsa yang berbeda, yaitu bangsa Arya yang masuk ke India dan bencampur dengan bangsa Dravida yang ditaklukkannya, kemudian lebur menjadi satu. Agama bangsa Arya tersebut dapat dikenal melalui kitab-kitabnya tentang agama yaitu kitab-kitab Weda. Agama Weda merupakan agama alam. Hal ini disebabkan karena dalam mendekati dan menyelami hal kedewaan, agama tersebut sangat mengarahkan pendangannya kepada alam. Berbagai dewa mereka anggap identik dengan gejala-gejala alam. Di dalam segala hal yang tidak dikenal atau tidak dimengerti, mereka merasa takut kepada kekuatan atau kekuasaan yang mungkin timbul dari padanya, yang sewaktu-waktu datang merintangi hidup mereka.
Sementara itu, upacara-upacara keagamaan berupa persembahan dan upacara daur hidup seperti peristiwa perkawinan, kelahiran, dan kematian dilaksanakan secara baik untuk keselamatan di dunia dan alam ghaib. Ada beberapa unsur yang perlu mendapatkan perhatian dalam agama Wedha (Hindhu), yaitu (1) Percaya dan taat kepada daya-daya kekuasaan, (2) Ritus untuk mempengaruhi daya-daya kekuasaan, (3) Kesadaran akan adanya tata-tertib kosmos, (4) Adanya kecendrungan kepada mistik
Dalam perkembangannya, kebudayaan India yang diwarnai dengan ajaran Hindhu tersebut mulai memasuki Indonesia. Masuknya kebudayaan Hindu berpengaruh terhadap kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat setempat, khususnya di wilayah-wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan tersebut. Di pulau Lombok sendiri, agama Hindhu diperkirakan telah mulai masuk sekitar abad ke 11 M. Agama tersebut diperkenalkan oleh pendatang-pendatang dari Bali, khususnya Pangeran Sangupati.
Setelah runtuhnya kerajaan Singasari, maka muncul kerajaan Majapahit, yang para pemimpin dan rakyatnya juga menganut agama Hindhu. Pada zaman keemasannya dibawah pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, Majapahit menguasai Lombok setelah terlebih dahulu mengalahkan kerajaan Selaparang yang nota bene masyarakatnya telah menganut agama Hindhu. Tundukknya kerajaan Selaparang di bawah pemerintahan majapahit tersebut berawal dari adanya pengiriman ekspedisi ke pulau Lombok dan Dompu di Pulau Sumbawa pada tahun 1357 M oleh tokoh kerajaan Majapahit yang dipimpin oleh Empu Nala. Ekspedisi yang merupakan lanjutan dari pengiriman ekspedisi ke Bali pada tahun 1343 M ini dilakukan dengan tujuan untuk menaklukan kerajaan Selaparang dan sekitarnya.
Setelah ekspedisi tersebut menaklukkan kerajaan Selaparang yang pada saat di sebut Selapawis, maka Patih Gajahmada pun menyusul ke pulau tersebut. Beberapa jabatan penting seperti raja dan patih kebanyakan diisi oleh para ksatria yang berasal dari Jawa. Sebagian dari mereka selanjutnya disinyalir sebagian nenek moyang para bangsawan masyarakat sasak yang berada di Bayan Lombok Barat. Kedatangan Gajah Mada tersebut diketahui melalui informasi yang tertulis dalam suatu memori yang disebut Bencangah Punan. Selain itu, dari beberapa informasi diketahui pula bahwa terdapat makam Patih Gajahmada di pemakaman raja-raja Selaparang di Lombok Timur bagian utara.
Namun beberapa pengamat mengatakan bahwa informasi tersebut di pandang tidak akurat, karena sebenarnya apa yang dianggap sebagai makam tersebut adalah semacam tanda atau bekas tempat menghilangnya Patih Gajah Mada. Dengan tunduknya kerajaan Selaparang dibawah kekuasaan Majapahit menyebabkan semakin berkembangnya agama Hindu, terutama di sekitar wilayah-wilayah yang menjadi daerah kekuasaanya yaitu wilayah Lombok Barat sekarang. Menurut penelitian arkeologis yang berlangsung di pendua, desa Sesait, kecamatan Gangga Lombok Barat pada tahun 1983, mereka tegolong sebagai pemuja Dewa Syiwa.
Diterimanya agama Hindhu oleh masyarakat Lombok sangat wajar, sebab ajaran agama Hindu berpusat pada penyembahan roh nenek moyang dan kekuatan alam, sebagaimana halnya kepercayaan masyarakat sasak yang mengarah kepada animisme dan dinamisme di kala itu. Perbedaan antara ajaran agama Hindu dan kepercayaan setempat pada prinsipnya sangat kecil, hanya pada implementasi ajaran-ajaran agama atau kepercayaan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Di antara data yang menunjukkan keberadaan dan berkembangnya agama Hindhu di Lombok yaitu terdapatnya peninggalan bersejarah agama tersebut dan tersebar di beberapa, seperti di Batu Cangku dan Batu Pandang Kecamatan Pringgabaya Lombok Timur serta di Orong Panggungan desa wanasaba, yang terletak di bagian Utara Lombok Timur, berupa arca yang diduga sebagai peninggalan dari kerajaan Selaparang (Hindhu). Dari informasi-informasi tersebut, dapat dilihat bagaimana agama Hindhu dahulu kala mempengaruhi kebudayaan Sasak secara umum, meskipun pengaruh tersebut kemungkinan belum begitu mendalam, seperti yang terjadi di kalangan masyarakat Bali pada umumnya.
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun Jawa 1400 (1478 M), maka berdirilah seperti kerajaan Lombok, kerajaan Pejanggik, kerajaan Langko, kerajaan Sokong, Kerajaan Parwa, Kerajaan Bayan dan beberapa kerajaan yang lebih kecil lagi dalam bentuk desa-desa, seperti Pujut, Kedaro, Kuripan, Tempat, Batu Dendeng dan Kentawang. Yang paling menonjol di antara kerajaan-kerajaan tersebut, adalah kerajaan Lombok yang beribukota di Labuhan Lombok.
Sebagaimana halnya para penganut agama Hindhu di Bali, para penganut agama Hindhu di Lombok juga memuja Tri Murti yang terdiri dari Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa. Selain itu juga, mereka juga mengenal serta memuja dewa-dewa lainnya. Namun yang paling mereka hormati adalah Dewa Gunung Rinjani. Oleh karena itu, pada umumnya setiap tahun mereka mendaki gunung Rinjani untuk mengadakan upacara pujawali yang dipimpin oleh Pedanda. Penganut agama Hindhu di pulau Lombok semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh kedatangan orang-orang Bali yang rata-rata beragama Hindhu dan menetap di sana.
C.     Kerajaan Kuno Sasak-Lombok
Setelah runtuhnya kerajaan Majapahit pada tahun Jawa 1400 (1478 M), yang diperingati dengan kata-kata candra sengkala : sirna hilang kartaning bumi, yang artinya hilang lenyap kemegangan kerajaan itu, Selanjutnya menurut Tawalinuddin Haris (2002) Antara abad XV-XVIII berdirilah beberapa kerajaan kecil yang merdeka di pulau Lombok, seperti kerajaan Lombok, kerajaan Pejanggik, kerajaan Langko, kerajaan Sokong, Kerajaan Parwa, Kerajaan Bayan dan beberapa kerajaan yang lebih kecil lagi dalam bentuk desa-desa, seperti Pujut, Kedaro, Kuripan, Tempit, Batu Dendeng dan Kentawang. Yang paling menonjol di antara kerajaan-kerajaan tersebut, adalah kerajaan Lombok yang beribukota di Labuhan Lombok.
Beberapa kerajaan kuno yang terdapat di pulau Lombok sebagai berikut
1.    
25
Kerajaan Desa Laeq
Menurut Lalu Wacana (2004) Dalam babad Lombok kerajaan tertua di Lombok terletak di Desa Laeq dengan rajanya toaq lokaq disinyalir berlokasi di Sembalun sekarang ini. Kerajaan ini kemudian terpencar-pencar ke Sambelia, Kerajaan Lombok Batu Dendeng, Suwung (rajanya Batara Indra) yang terletak di sebelah utara Perigi. Setelah Gunung Rinjani meletus bermunculan kerajaan-kerajaan kecil seperti Selaparang, Bayan, Sokong, Langko, Pejanggik.
2.     Kerajaan Selaparang Hindu
Secara garis besarnya kerajaan di Pulau Lombok terbagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu kerajaan Sasak dan kerajaan Selaparang Hindu. Kerajaan Selaparang Hindu disebut dalam Pamencangah dan Pararaton disebut pula dengan Kerajaan Sasak beribukota pemerintahan di Kecamatan Pringgabaya Desa Presa’ Selaparang.
Selaparang Hindu (Sasak dan Sumbawa) dengan gelar raja yaitu Dewa Meraja dan nama sebenarnya adalah Sri Dadelanatha. Wilayah kekuasaannya meliputi pulau Lombok dan bagian barat pulau Sumbawa dengan ibukota Presak Selaparang. Sumber lain menyebutkan setelah kerajaan Lombok dihancurkan oleh tentara Majapahit. Raden Maspahit melarikan diri ke dalam hutan dan membangun kerajaan baru yang bernama Batu Parang dikenal nama Selaparang.
3.     Kerajaan Parigi
Sumber lain menyebutkan pada abad ke XIII disebutkan kerajaan Perigi dibangun oleh sekelompok transmigran dari Jawa dibawah pimpinan Prabu Inopati. Ketika Majapahit mengirimkan ekspedisinya ke Bali tahun 1343 M diteruskan ke Lombok di bawah pimpinan Empu Nala. Akhirnya Gajah Mada datang ke Lombok akan tetapi belum dapat menundukkan Selaparang. Mahapatih Gajah Mada meminta pertemuan dengan cara damai yang disambut oleh Prabu Inopati bersama patihnya Rangga Bumbang. Kesepakatan tersebut ditulis dalam sebuah prasasti yang dinamakan Bencingah Punan. Adapun isi prasasti tersebut
a.  Selaparang ikut dengan Majapahit sebagai bagian Nusantara,
b. Sebagai balasannya Selaparang akan mengirim utusan ke kerajaan Majapahit untuk belajar tata pemerintahan,
c.  Setiap tahun Selaparang akan mengirim utusan ke Majapahit bersama utusan kerajaan-kerajaan lain dalam upacara besar Nusantara.
4.     Kerajaan Sasak
Kira-kira pada abad IX – abad ke XI di Lombok berdiri satu kerajaan bernama kerajaan Sasak. Menurut sebuah brosur yang ditulis oleh Kanda Ditjen kebudayaan provinsi Bali, bahwa Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan penduduk. Tongtong itu bertuliskan huruf kwadrat yang berbunyi : sasak dana prihan, srih javanira. Katanya mengingatkan kemenangan atas negeri sasak. Tongtong itu ditulis setelah anak wungsu, jadi berarti kira-kira pada awal ke -12. Bentuk dan susunan pemerintah kerajaan ini tidak diketahui dengan pasti, justru kentongan tersebut merupakan peringatan kemenangan Negara Sasak atas Bali yang kira-kira dibuat setelah jaman Anak Wungsu (1077).
5.     Kerajaan Kedaro
Menurut Lalu Wacana (1997) Kerajaan Kedaro merupakan kerajaan yang terletak di Belongas, rajanya bernama Ratu Maspanji berasal dari Jawa, kemudian pindah ke Pengantap dengan nama kerajaan Samarkaton. Peninggalan kerajaan ini adalah pakaian kerajaan yang disimpan oleh Amaq Darminah di Belongas. Demikian pula alat-alat upacara seperti gong saat ini masih tersimpan di Penujak. Kerajaan ini berakhir ketika terjadi serangan dari Kerajaan Langko dipimpin oleh Patih Singarepa dan Patih Singaulung

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN DAN HEWAN

Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan. Selain manusia dan hewan, tumbuhan juga dapat berkembang biak. Tujuan perkembangbiakan yaitu untuk mempertahankan jenisnya agar tidak punah. Perkembangbiakan pada tumbuhan ada dua cara, yaitu dengan cara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif adalah perkembangbiakan melalui bagian tumbuhan itu sendiri, sedangkan perkembangbiakan generatif adalah perkembangbiakan melalui penyerbukan. Tumbuhan berkembangbiak dengan cara kawin (generatif) dan tidak kawin (vegetatif) A.     Perkembangiakan tumbuhan secara generatif Tumbuhan yang berkembangbiak dengan cara kawin selalu diawali dengan peristiwa penyerbukan pada bunga. Penyerbukan yaitu proses menempelnya serbuk sari di kepala putik. Penyerbukan kemudian diikuti dengan proses pembuahan sehingga terbentuk biji. Contoh tumbuhan yang berkembangbiak dengan cara kawin antara lain : mangga, jeruk, dan jambu. B.   Perkembangbiakan Tumbuhan Secara Tak Kawin (vegetatif)] Cara perkem

SOAL QUR'AN HADITS MTs

SOAL UJIAN MID  QURAN HADIS KELAS       : VIII Pilihlah jawaban yang benar! 1.        Huruf lam dibaca tafkhim apabila…. a.        Terdapat dalam lafzul jalalah b.        Terdapat dalam lafzul jalalah da n huruf sebelumnya berharakat kasrah c.         Terdapat dalam lafzul jalalah dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau damah d.        Huruf lam tidak terdapat dalam lafzul jalalah 2.        Huruf lam yang tidak pada lafzul jalalah, cara membacanya… a.        Tarqiq                                                             b. Tafkhim c.         Antara tarqiq dan tafkhim                            d. Jawazul wajhain 3.               Hukum lam pada ayat tersebut dibaca… a.        Lebih kuat          b. Jawazul wajhain              c.    Tafkhim             d. Tarqiq 4.        Huruf lam pada lafal-lafal berikut yang harus dibaca tarqiq ialah… a.           b.            c.           d.          5.        Huruf lam pada lafal              di

TGH MAHSUN MASBAGIK

Tiga belas tahun setelah bertekuk lutut dan luluhlantahnya kerajaan Hindu Bali di pulau Lombok oleh Belanda akibat strategi pejuang Sasak “Raden Melaya Kusuma”, lahirnya seorang tokoh pejuang Islam dan pejuang kemerdekaan Republik Indonesia. Beliau adalah TGH Mahsun dengan nama kecil Ahmad. Ahmad dilahirkan tahun 1907 Masehi dari pasangan   Haji Mukhtar dengan Hajjah Raodah di desa Danger (sekarang), kecamatan Masbagik, Lombok Timur. Beliau dilahirkan pada masa masih kuatnya pengaruh Hindu-Bali yang telah menguasai pulau Lombok selama 220 tahun. Lamanya penjajahan oleh Hindu Bali sehingga ajaran Hindu-Bali menghunjam ke dalam kehidupan sosial keagamaan masyarakat Sasak. Hal ini mengaburkan ajaran Islam yang berlandaskan pada Al Qur’an dan Hadits. Di sisi lain, bercokolnya Belanda menimbulkan penderitaan dan kemiskinan di tengah masyarakat. Penyakit spaanchgrip dan wabah kolera menjadikan penggali kuburan kerja lembur menunggu mayat-mayat yang datang silih berganti. Sangatlah wajar ji