Langsung ke konten utama

ZAMAN PRASEJARAH SUKU SASAK DI LOMBOK


Banyak peristiwa penting yang terjadi pada masa lalu, akan tetapi peristiwa-peristiwa tersebut tidak dicatat. Pada masa tersebut orang belum mengenal huruf atau budaya baca tulis sehingga tidak ada keterangan yang ditinggalkan secara tertulis. Zaman sebelum nenek moyang kita mengenal tulisan disebut zaman prasejarah, sedangkan Zaman prasejarah dimulai sejak manusia ada dan berakhir sampai manusia mengenal tulisan.
A.      Sumber Informasi Zaman Prasejarah

9
Zaman prasejarah di Lombok diketahui dengan cara mengggali informasi dari sisa-sisa peninggalan masa lalu maupun dari data-data yang ada di pulau Lombok. Data-data tersebut dapat diperoleh melalui sumber-sumber antara lain (Menurut Martono, Hs., Drs., 1994, Ilmu Pengetahuan Sosial : Sejarah Nasional dan Umum 1 Untuk SLTP : Kelas 1, Tiga Serangkai) :
1.     Fosil, gua di bawah karang, bukit, pegunungan. Fosil adalah sisa tumbuhan, hewan, dan bagian tubuh manusia yang telah membatu. Fosil yang ditemukan dari hasil penggalian dapat memberikan petunjuk tentang kejadian masa lalu
2.     Dapur sampah sebagai petunjuk tentang tata cara kehidupan manusia pada zaman dahulu karena  dari tempat tersebut dapat ditemukan sisa-sisa makanan seperti buah-buahan, kerang-kerangan maupun hewan yang lainnya,
3.     Alat-alat yang digunakan,
4.     Cerita-cerita rakyat,  (oral tradition), yang melekat dalam masyarakat pendukung di Pulau Lombok.
5.     Catatan tertulis yaitu berita yang dapat menggambarkan kehidupan masa lalu seperti lontar, hikayat, kronik
Beberapa peninggalan tersebut menjadi sumber informasi tentang keberadaan masyarakat masa lampau. Beberapa informasi yang dapat diperoleh antara lain ;
1.       Pola-pola penyesuaian diri dengan alam lingkungan masyarakat termasuk persamaan, perbedaan dan perubahan-perubahan dalam struktur yang diasumsikan sejalan dengan berlangsungnya persamaan, perbedaan dan perubahan lingkungan,
2.       Sistem sosial terhadap lingkungan, persamaan, perbedaan serta perubahan struktur yang dianggap menggambarkan persamaan kondisi serupa dalam sistem dan stratifikasi sosial suatu masyarakat,
3.       Sistem ideologi atau keagaamaan suatu masyarakat.
Para peneliti kesulitan mencari bukti-bukti peninggalan bersejarah di Pulau Lombok. Peninggalan sejarah di Pulau Lombok hanya sebagian kecil yang tersisa. Menurut Lalu Azhar (2004) Beberapa faktor penyebab musnahnya peninggalan-peninggalan tersebut antara lain :
1.    Bangunan bersejarah seperti istana, prasasti, dan lain-lain dihancurkan para penjajah, penguasa secara sengaja yaitu Karang Asem dan diteruskan oleh Penjajah Belanda
2.    Sisa-sisa bangunan yang ada, dilanda bencana alam yang dahsyat terutama letusan Gunung Rinjani yang berkali-kali di abad XVII-XIX
3.    Peninggalan-peninggalan tertulis dalam bentuk prasasti yang terbuat dari logam maupun daun lontar banyak diangkut penguasa Belanda ke Nederland karena yang dikuasai penjajah Belanda di bumi Nusantara ini bukan sekedar ekonomi namun menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat mulai dari ideology sampai ke hankam (ipoleksosbudhankam) nya
4.    Ketidakfahaman penduduk akan makna sejarah menyebabkan benda-benda bersejarah seperti senjata (keris, pedang, tombak) takepan (babad), alat-alat rumah tangga (keramik, porselin, perunggu, kuningan) diperjualbelikan secara sebarang lalu diangkat ke luar daerah dan ke luar negeri
5.    Yang paling terpenting ; bahwa terdapat unsur kesengajaan dari para penjajah bahwa sejarah termasuk bukti sejarah Daerah Lombok (orang-orang Sasak) memang sengaja dihancurleburkan karena kalau ingin menghancurkan suatu bangsa atau kaum, hancurkanlah sejarahnya ; adalah motto penjajah yang diterapkan di Lombok
Keganasan dan kegamangan penguasa masa lalu telah menghancurkan bangunan-bangunan bersejarah dari semua kerajaan-kerajaan di Lombok seperti Selaparang, Pejanggik, Purwa, Banjar Getas dan lain-lain. Penghancuran istana serta bangunan-bangunan sekitar, selalu dengan pola pembakaran sampa habis oleh penguasa Dinasti Karang Asem Bali. Begitupula Karang Asem Bali yang berkuasa di Lombok seperti Mataram, Singasari-Cakranegara, peninggalan bangunan bersejarahnya disapurata lagi oleh penguasa Belanda.
B.      Asal Usul Nenek Moyang dan Penamaan Suku Sasak-Lombok
1.      Asal Usul Nenek Moyang Suku Sasak
Menurut Badrun AM (2004) Asal usul nenek moyang suku di Pulau Lombok Dari sumber legenda Doyan Nada kita memperoleh dua tingkat perkembangan tentang asal usul orang Sasak di Pulau Lombok sebagai berikut :
a.      

12
Tingkat pertama : Datu Taun mempunyai dua orang putra yaitu Raden Nune Putra Janjak dan Dewi Anjani. Ketika keduanya lahir mereka sudah dilengkapi keistimewaan. Raden Nuna Putra Janjak lahir  dilengkapi dengan senjata panah, sedangkan Dewi Anjani lahir dilengkapi keris. Setelah usia gadis, Dewi Anjani diajak ayahnya membangun pertapaan di Puncak Sebuah Gunung. Lambat laut gunung tersebut diberi nama Gunung Rinjani, yang diambil dari nama Dewi Anjani. Rinjani berasal dari kata anjarni (anjar dan ni)  Anjar artinya tangga dan Ni artinya aku atau saya. Dalam kepercayaan lama diyakini bahwa Gunung Rinjani sebagai tangga menuju kebesaran Tuhan Dewi Anjani sangat sedih melihat pulau Lombok yang belum banyak penghuninya. Pulau ini hanya dijejali oleh pokok-pokok kayu yang sesak (Sasak). Oleh karena itu, Dewi Anjani mengutus 40 orang bangsawan pengikutnya yang dipimpin oleh Pengulu Alim. Pengulu Alim inilah yang mempunyai keturunan pertama yang bernama Dewe Medaran. Selanjutnya dari keturunan inilah yang kemudian menurunkan tokoh-tokoh yang kelak mendirikan kerajaan-kerajaan diberbagai tempat di pulau Lombok seperti Selaparang, Pejanggik, Langko dan Bayan
b.      Tingkat kedua, salah seorang bangsawan yang diutus oleh Dewi Anjani untuk membangun pemukiman baru di Pulau Lombok bernama Pengulu Alim. Pengulu Alim mempunyai seorang putra yang bernama Dewe Medaran (Doyang Mangan). Raden Dewa Medaran. adalah sosok yang sangat kuat, dia mampu mengangkat beban yang berat seperti pohon kayu, batu besar, pantek (lumbung padi) dan lain-lain. Dalam pengembaraannya Dewe Medaran bertemu dengan Tameng Muter dan Sigar Penyalin. Sigar Penyalin dimaknakan menurut nilai filosofis sebagai seorang yang ahli dalam memutuskan perkara (hakim) sehingga masyrakat merasa terayomi. Kemudian Doyan Medaran dimaknakan menurut nilai filosofis sebagai sosok yang haus akan ilmu pengetahun sehingga termasuk seorang yang memiliki kecerdasan yang memiliki bakat pemimpin, tegas, dan tangguh. Sedangkan Tameng Muter dimaknakan menurut nilai filosofis sebagai sosok yang termasuk ahli piker sehingga mampu mengatur dan menata tatakrama kehidupan masyarakat, memecahkan masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan bermasyarakat. (Waancara dengan Haji Purnipe, 2012, Makna filosofis beberapa istilah yang berkembang dari Sembalun.). Mereka bertiga mampu mengalahkan Raksasa Palmunik di Goa Sekaroh (sekar dan roh). Di dalam goa tersebut dijumpai tiga orang putri dari Jawa masing-masing bernama Dewi Mas Ari Kencana (Putri Kerajaan Majapahit), Dewi Ni Ketir (Putri Kerajaan Madura) dan Dewi Ayu Sasih (Putri Kerajaan Jawa Tengah). Dewe Medaran kawin dengan Dewi Mas Ari Kencana, Tameng Muter kawin dengan Ni Ketir dan Sigar Penyalin Putri dengan Dewi Ayu Sasih. Perkembangan selanjutnya, Raden Sigar Penyalin diutus oleh Dewe Medaran membangun kerajaan di sebelah utara yaitu di Sembah Ulun (Sembalun). Sembah Ulun berarti sembah otak, karena ketika Raden Sigar penyalin mandi di sebuah sungai yang berada di bawah Gunung Pusuk Timur, tiba-tiba air yang mengalir berpusar di atas kepalanya. Pendapat lain menyebutkan bahwa Sembah Ulun berarti sembah Tuhan. Tameng Muter diminta tinggal di Jerowaru, sedangkan Raden Dewe Medaran melanjutkan kepemimpinan ayahnya Pengulu Alim di Selaparang. Puteranya yang pertama lambat laun membangun kerajaan Pejanggik. Istilah Pejanggik munculnya tunas mangga yang disebut poh jenggik. Awalnya Putri Mas Ari Kencana (Putri Kerajaan Majapahit) yang hilang kawin dengan Dewa Medaran melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Seiring dengan kelahiran bayi tersebut muncul tunas Mangga itu disebut Poh Jenggik (Paoq Jenggik). Lama kelamaan menjadi Pejanggik
Sedangkan dari legenda Gunung Pujut mengungkapkan tentang seorang Pangeran dari  Majapahit mengembara ke arah timur. Setelah kawin dengan Putri Kerajaan Klungkung (Bali), rombongan menyeberang ke bagian timur yaitu pulau Lombok dan membangun negeri baru di sekitar Gunung Pujut. Legenda tersebut menjelaskan bahwa nenek moyang suku Sasak khususnya Lombok Selatan berasal dari Majapahit yang bercampur darah Klungkung. Hal ini merupakan alasan sehingga orang-orang Bali berdatangan lagi pada awal perkembangan kerajaan Pejanggik.
Berdasarkan data temuan arkeologis, secara umum menjelaskan bahwa manusia purba di Indonesia berasal dari jenis Homo sapiens. Homo sapiens yang bermukim di Indonesia adalah dua ras yaitu ras Mongoloid dan ras Austromelanesoid. Penyebarannya dengan menggunakan perahu bercadik mengarungi lautan. Adapun penyebaran kedua ras tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.      Ras Mongoloid, khusus sub ras Melayu-Indonesia, tersebar di sebagain besar wilayah Indonesia terutama di bagian Barat dan Selatan antara lain : Sumatera, Jawa, Bali, dan Lombok
b.     Ras Austromelanesoid, tersebar di wilayah Indonesia bagian timur terutama Irian Jaya dan pulau-pulau sekitarnya.
Secara umum, nenek moyang suku bangsa Indonesia menyusuri lembah-lembah sungai di Vietnam dan Thailand kemudian sampai di Semenanjung Malaya. Pada tahap selanjutnya, nenek moyang suku bangsa Indonesia meneruskan perjalanan dengan menggunakan perahu bercadik mendarat di Sumatera, Jawa, Kalimantan Barat, Bali Nusa Tenggara termasuk Lombok sampai ke Flores dan Sulawesi Selatan. Berdasarkan penjelasan di atas, maka penghuni suku di Pulau Lombok berasal dari Asia Tenggara.
Dari benda-benda temuan Gunung Piring Desa Truwai, Kecamatan Pujut diketahui bahwa sejak  2000 tahun yang lampau sudah terpengaruh oleh tradisi zaman perunggu. Menurut Drs.M.M. Sukarto dan Prof Solheim, guru besar di Universitas Hawai, menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penemuan di gunung piring,  pulau   Lombok bagian   selatan   telah dihuni oleh manusia yang kebudayaannya sama dengan penduduk di Vietnam Selatan di Gua Tabon, Gua Sasak di Pulau Pallawan-Filipina, di Gilimanuk Bali dan di Malielo-Sumba yang dikelompokkan ke dalam Shan Huyn Kalanny Tradition
Pada ekskavasi di Gunung Piring memberi petunjuk bahwa yang datang ke Lombok adalah keturunan Mongoloid yang telah mengenal berbagai peralatan dan perabotan rumah tangga yang menunjukkan peradaban tinggi. Berdasarkan petunjuk Sang Hyang Manon ini, leluhur manusia Lombok kemudian memberi tanda batas yang akan didiami oleh anak keturunannya kelak. Dari sinilah mulai awal kehidupan, mereka kemudian menyebar mencari gumi paer (tanah pekarangan) yang baru berdasarkan ukuran masa ketika itu. Maka muncul pola hunian dan tempat tinggal yang terhitung menetap yang memiliki aturan dasar secara turun temurun. Menurut Badrun AM (2004) Hal itu kemudian mengalami perkembangan sehingga terbentuklah dasan dan desa.
Bukti-bukti etnografi menjelaskan bahwa etnis Sasak di Pulau Lombok bagian dari penetrasi atau keturunan suku Jawa yang menyeberang ke Bali kemudian ke Lombok. Kejadian dimulai sejak zaman kerajaan Daha, Keling (Kalingga), Singosari sampai kerajaan Mataram yang berlangsung pada 5 dan 6 dengan membawa agama Syiwa-Budha. Pada abad ke 7 Dinasti Majapahit semakin banyak migran-migran yang melakukan penetrasi dalam rangka penguasaan, perdagangan dan penyebaran misi agama kemudian bertempat tinggal di Lombok. Bukti tertulis adalah tong-tong dari perunggu yang bertuliskan “Sasak dana prihan srih java nira” yang berangkakan tahun 1077 Masehi.
Sejak jatuhnya kerajaan Majapahit abad ke-13 memasuki era Islamisasi, raja muslim dari Jawa membawa agama Islam ke Gowa kemudian tiba di Lombok dari arah timur. Proses ini berjalan semakin mulus pada penghujung abad ke-15 seiring dengan keruntuhan Majapahit. Penyeberangan migran Jawa ke Lombok ditandai dengan adanya
a.       Kesamaan nama tempat seperti Kediri, Kuripan, Keling, Jenggala, Pajang Mataram, Gresik, Surabaya, Medang, Menggala, Wanasaba, Suralaga, Pringgabaya, Kotaraja, Suradadi, Sukaraja, Kotaraja, Peneraga dan lain-lain
b.      Pemberian nama-nama Jawa pada seseorang seperti Raden Wiracempaka, Mamiq Diguna, Loq Swarna, Baiq Diah Purwanti, La Sumirah, Setiawati dan lain-lain.
c.       Bahasa, kesenian, permainan rakyat, tata nilai, adat istiadat, memiliki persamaan yang relatif dominan selain itu, tulisan huruf yang disebut jejawen atau huruf sasaka dengan bahasa Kawi menjadi tulisan dan bacaan, bahkan wacana yang dominan dalam kitab-kitab Sasak yang disebut takepan

15
Pada abad ke-16 Gowa (Sulawesi Selatan) tiba di Lombok Timur menguasai Selaparang dengan membawa misi Islam. Sampai sekarang banyak orang-orang Bugis bermukim sebagai nelayan dan tinggal di pesisir pantai pulau Lombok. Dimulai dari pantai Sekotong, Gili Gede, Kampung Bugis, Pondok Perasi, Ampenan yaitu sepanjang pantai Pemenang Tanjung hingga Labuhan Carik Kabupaten Lombok Barat Tanjung Luar, Labuhan Lombok, Labuhan Haji Kabupaten Lombok Timur.
Sekitar abad ke-17 kerajaan Bali (Karangasem) menduduki daerah Lombok Barat dan berhasil menguasai kerajaan Selaparang. Selain itu, juga ada pemukiman juga dari keturunan Timor yaitu Kapitan. Selanjutnya kelompok dan suku lain memberikan kontribusi dan khazanah terhadap keberadaan etnis sasak seperti Samawa, Mbojo, Arab, Cina maupun suku-suku dan daerah lainnya di Pulau Lombok.
2.      Asal Usul Penamaan Suku Sasak-Lombok
Salah satu aspek dimensi yang memiliki korelasi signifikan dengan dinamika masyarakat Sasak di Pulau Lombok adalah kesesuaian nama suku (Sasak Lombok) dengan sikap dan prilaku keseharian masyarakat Sasak di Pulau Lombok yang bersahaja, kalaupun kemudian terjadi perubahan dari watak aslinya merupakan imbas dari kemajuan sains dan teknologi. Secara umum, kedua istilah tersebut (Sasak dan Lombok) memiliki arti yang bervariasi dan bermakna multidimensional dalam konteks kehidupan yang universal. Untuk lebih memahami tentag arti dan maknanya.
a.       Arti Sasak dan Lombok
Sasak dan Lombok memiliki arti yang beraneka ragam. Adapun arti Sasak dan Lombok dapat dijabarkan :
1)  Dari sumber lisan  : Sasak karena zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat (Sesek = rapat).
2)  Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa : Sasak diartikan buluh bambu atau kayu yang dirakit menjadi satu.
3)  Kitab Negarakertagama (Decawanana). : Sasak dan Lombok dijelaskan bahwa Lombok Barat disebut Lombok Mirah dan Lombok Timur disebut Sasak Adi.
4)  Dr.C.H. Goris : Sasak berasal dari bahasa Sansekerta yaitu sak berarti pergi dan saka berarti asal
Menurut Dr Van Teeuw dan P. De Roo De La Faille : Sasak berasal dari pengulangan tembasaq (kain putih) yaitu saqsaq sehingga menjadi Sasak. Kemudian Ditjen Kebudayaan Propinsi Bali  : Di Pujungan Tabanan Bali terdapat sebuah tongtong perunggu yang dikeramatkan bertuliskan “Sasak dana prihan, srih javanira”. Tongtong itu ditulis setelah Anak Wungsu sekitar abad ke-12. Selanjutnya, dalam babad Sangupati : Lombok terkenal dengan nama Pulau Meneng (sepi) sedangkan Steven van der Hagen : Pada tahun 1603 di Labuan Lombok banyak beras yang murah dan hampir setiap hari dikirim ke Bali sehingga pelabuhan Lombok dipopulerkan menjadi Lombok.
Selanjutnya Drs H. Lalu Azhar (2004 : 21) berpendapat bahwa “Sasak” berasal dari kata “saq-saq” yang diartikan dengan rakit bambu. Saq berarti satu sedangkan “saq-saq” berarti satu demi satu. Beliau menjelaskan bahwa beberapa kali (sungai) sebagai penyeberangan darurat menggunakan anyaman rakit bambu yang dianyam satu demi satu. Jadi Orang Sasak di Pulau Lombok adalah orang yang meninggalkan negerinya dengan menggunakan rakit sebagai kendaraannya. Orang yang pergi tersebut dimaksudkan adalah orang Jawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya silsilah para bangsawan dan juga hasil sastra digubah dalam bahasa Jawa Madya dan berhuruf Jejawan (huruf Sasak).
Sampai akhir abad ke-19, Pulau Lombok terkenal dengan nama Selaparang. Kerajaan ini semula bernama Watu Parang kemudian berubah menjadi Selaparang. Dalam suatu memori tentang kedatangan Gajah Mada di Lombok, waktu itu pulau Lombok disebut Selapawis (bahasa kawi : sela berarti batu dan pawis berarti ditaklukan). Jadi Selapawis berarti batu yang ditaklukan.
b.      Makna Sasak dan Lombok

35
Menurut Lukman, (2004) Penamaan suku Sasak ini berasal dari sak saka. Dari tulisan lain, dari seorang pujangga terkenal dalam zaman Majapahit, yaitu Mpu Prapanca menulis nama Lombok ini, Mirah Sasak Adi . nama Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu, yang berasal dari kata ” Sa’sa’ Loombo” (dari bahasa Sasak) yang berarti sa`= satu dan lombo` = lurus. Kata Lombo`. Dalam buku-buku lama juga dalam kamus Dr. R. Goris, Beknopt Sasaksch-Nederlandsch Woordenboek, terdapat kata ”Lombo ” ditulis dengan tanda hamzah, yang berarti Rechts = Lurus. Kata Lombo` dalam tulisan lama, ditulis dengan tanda lain, tidak memakai `K` pada huruf akhirnya. Pada zaman Portugis kata Lombok ditulis dengan menggunakan huruf ”q” pada huruf akkhirnya, menjadi ”Lomboq” dan terakhir sesudah zaman Belanda, ditulis dengan huruf  ”K”  menjadi Lombok. Cara menyebut atau membacanya, yang sebenarnya tidak berbunyi ”O” dalam logat Jawa, tetapi ”oo”, yaitu sa`sa`lombo`, O seperti kata biro yang kemudian menjadi Sasak Lombo`, yang berarti satunya lurus.
Oleh karena itu, nama Lombo` ini tidak berdiri sendiri dan selalu bergandengan, namun apa sebabnya kemudian kata “Sasak” dijadikan nama suku yang mendiami pulau ini, dan kata ”Lombok” dijadikan nama pulau. Memang antara penduduk dan pulau yang di diaminya tidaklah berpisah. Sebab kedua kata itu mempunyai kaitan, karena kedua kata ini bagi penduduk Lombok mempunyai arti luas, bahkan menjadi falsafah bagi penduduknya ”sa`sa` Lombo” yang berarti secara letterlijk ” satu-satunya kelurusan”, karena nama itu menjadi sumber hidup dan kehidupan suku yang mendiami pulau Lombok ini. Sasak dan Lombok mempunyai kaitan yang erat sehingga tidak dapat dipisahkan. Ia terjalin menjadi satu yang berasal dari kata ” Sa’sa’ Loombo”. Kata sa`= satu dan lombo` = lurus. Dengan demikian, Sasak Lombok berarti satunya   lurus   atau  ”satu- satunya kelurusan”.
Selanjutnya dijelaskan arti dan makna Sasak Lombok ditinjau dari beberapa segi, antara lain :
1)     Segi Bahasa.
Bahasa Sasak di Pualu Lombok sangat sederhana, yaitu tidak ada kata tempat atau nama benda. Paling banyak terdiri dari dua suku kata. Kalau ada kata-kata yang terdiri lebih dari dua suku kata tentunya datang dari luar, misalnya jendela, bendera (Portugis).
Demikian pula untuk mendapatkan suatu nama, pikirannya sangat sederhana, tidak pernah sulit untuk mencarikan nama dari desa yang baru itu dengan nama yang muluk-muluk. Cukup dengan menambahkan kata ”timur” atau” barat” , Misalnya nama desa itu desa A. Dalam pemecahannya kemudian dinamakan saja ”desa A timur” dan ”desa A barat” atau semacamnya, atau kebetulan di tempat itu berdiri sebuah pohon, misalnya pohon asam maka dusun yang dicarikan nama itu, cukup dinamakan dengan ”Dasan Bagik” (bagik = asam). Demikian pula untuk mencari nama baru dari benda yang baru dikenalnya, yang datang dari luar, umpamanya itik yang datang dari jawa, maka cukup dinamakan ”Bebek Jawa”.
2)     Segi keyakinan dan bermasyarakat
Suku Sasak bersandar pada Sa’sa’ Lombo’, sebagai sesuatu yang diyakini. Hal ini berpengaruh positif dalam hidup dan kehidupannya. Adapun sikap-sikap yang dimaksudkan dalam hidup beragama yaitu penyerahan diri kepada Tuhan (Tauhid), taat kepada Tuhan, taat kepada pemerintah, taat kepada orang tua.
Suku Sasak sangat teguh memegang apa yang diajarkan sebelumnya begitupula dalam hidup bermasyarakat seperti : (1)

37
Penyebaran Islam pada tingkat permulaan, yang shalat hanya para mubalig, karena mereka sangat taat dengan ajaran yang sudah diterimanya dari guru yang pertama tadi. Hal ini terbukti pada masyarakat yang dinamakan ”Islam Wetu Telu”, (2) Penduduk Lombok sangat taat kepada orang tua (ibu bapak atau orang yang lebih dewasa). Jika orang tua telah memiliki pendapat atau saran, maka yang lainnya harus ikut pendapat atau saran tersebut. Kejujuran atau kesederhanaan mereka beranggapan bahwa orang yang lebih tua dan patut lebih dihormati itu tidak akan membohonginya. Itulah yang menjadi dasar bagi masyarakat  ”Wetu Telu”  pada masa transisinya, bahwa untuk menjalankan syari’at agama, lebih banyak diserahkan pada para Kiyai dan Pemangkunya.
3)     Segi Keta’atan kepada Pemerintah.
Sudah tidak dapat diragukan lagi, karena ini memang sudah sejalan dengan faham di dalam agama, yaitu taat kepada Tuhan, taat kepada Rasul  dan taat kepada pemerintah. Seandainya oknum yang menduduki pemerintah itu seorang yang tidak jujur, lalu mengelabui rakyat bagi kepentingannya sendiri, dalam tingkat pertama juga akan ditaatinya.
Dalam hal ini nampak merupakan kelemahan bagi mereka yang bulat-bulat menyerahkan persoalannya kepada seorang pemimpin yang kemudian ternyata menipunya, mereka juga tidak akan memberikan reaksi yang berlebih-lebihan. Paling-paling mereka akan menggerutu dalam bahasa Sasak mengatakan : ia penje ia penjahit, ia pete ia dait, bagus pete bagus tedait, lenge pete lenge tedait, yang artinya bagus dicari bagus yang didapat, buruk dicari buruk yang didapat. Pada hakekatnya pengertiannya, menyerahkan kepada Tuhan yang nanti akan menentukan. Paham yang semacam ini kadang-kadang kalau ditinjau dari segi kemasyarakatan, terutama dalam zaman sekarang ini, merupakan satu kelemahan, yang dapat saja dieksploitir oleh pihak lain, tapi ditinjau dari segi keyakinan, pada hakekatnya merupakan satu kekuatan iman, segala sesuatunya berada di tangan Tuhan.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan nama suku dan pulau ini berasal dari ”Sa’sa’ Lombo”’ menjadi Sasak Lombok yang artinya satu-satunya kelurusan.  Sifat-sifat tersebut tercermin dalam sifat datu dan pemban pada masa lampau. Datu dan pemban adalah sosok pemimpin yang mengayomi, meng-emong rakyatnya. Pemimpinnya tidak mementingkan istana yang megah. Yang penting rakyatnya dapat makan. Hal tersebut merupakan salah satu alasan yang kuat mengapa bangunan istana raja, datu atau pemban tidak ditemukan di Pulau Lombok.  Dengan demikian Orang Sasak Lombok adalah orang-orang yang menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran (kelurusan).
C.      Kehidupan Nenek Moyang Suku Sasak  Zaman Prasejarah
1.      Masa Berburu
Kehidupan manusia pada zaman prasejarah selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya karena masih bergantung kepada alam. Daerah-daerah yang ditempati harus dapat memberikan makanan yang cukup dan mudah diperoleh. Menurut Lalu Wacana, (1997) Pada masa berburu ini, mereka memilih tempat yang strategis yaitu tempat yang sering dilalui oleh binatang seperti padang-padang rumput yang tidak terlalu jauh dari sumber air karena di tempat tersebut binatang dengan leluasa mencari sumber makanan dan minuman. Selanjutnya menurut Usri Indah Handayani ( 2004) Lokasi Belongas, Sekaroh dan lokasi sekitarnya merupakan wilayah berbatu kapur yang kini kurang subur dan ditumbuhi semak-semak lantana diyakini sebagai jejak masa berburu. Ketidaksuburan sampai saat ini disebabkan oleh kebiasaan nenek moyang suku Sasak pada masa meramu yang biasa berpindah-pindah. Dengan demikian, pada awalnya nenek moyang suku Sasak hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mengumpulkan bahan makanan dari hewan dan tumbuhan. Peralatan yang digunakan berasal dari alat-alat yang sangat sederhana seperti dari batu besar yang dikenal dengan pelor petir. Sedangkan pakaiannya dibuat dari kulit kayu, kulit binatang maupun dari daun-daun.
2.      Masa Bercocok Tanam
Tahapan kehidupan zaman prasejarah yang lebih tinggi yang berbeda dengan masa berburu. Pada masa ini manusia sudah mulai menetap di suatu tempat untuk bercocok tanam. Tempat tinggalnya didirikan tiang-tiang yang tinggi dengan maksud agar terlindung dari banjir maupun binatang buas serta serangan dari golongan lain. Kebiasaan mereka bahwa dalam satu lokasi ditempati oleh beberapa keluarga. Jenis yang ditanam adalah ubi, ketela, pisang, padi gunung dan sebagainya dengan sistem pengairan masih sangat primitif. Hanya dengan membuat bendungan dari tumpukan-tumpukan batu maupun kayu. Menurut Primadewi (1994) Pada masa bercocok tanam, pemukiman masyarakat zaman prasejarah dibagi menjadi yaitu.
1.      Pemukiman di Daerah Pesisir Pantai.
Nenek moyang kita yang tinggal di pesisir pantai mengambil makanan dari pantai dan laut. Bukti tentang keberadaannya adanya alat yang ditemukan seperti jaring (kerakat), alat penangkap cumi-cumi, adanya sisa kerang
2.      Pemukiman di Daerah Pedalaman
Nenek moyang kita yang tinggal di daerah pedalaman (hutan) mengambil bahan  makanannya  dari  hutan  maupun  sungai-sungai yang ada di dalam hutan. Adapun jenis alat yang telah ditemukan dan kini disimpan di Museum NTB yaitu alat-alat berburu seperti tombak, jaring, kodong ipin untuk menangkap udang, kodong lindung  dan sebagainya.
D.     Sistem Kepercayaan dan Pandangan tentang Kosmos
  1. Sistem Kepercayaan

20
Kehidupan menetap menimbulkan ikatan antara manusia dengan alam sekitarnya. Nenek moyang kita percaya bahwa setiap benda memiliki roh disebut animisme. Menurut kepercayaannya bahwa roh nenek moyang itu bertempat tinggal di suatu tempat tertentu seperti di puncak gunung, puncak pohon yang tinggi, roh nenek moyang kadang-kadang turun. Selain itu, mereka juga percaya bahwa setiap benda memiliki kekuatan ghaib disebut dinamisme. Pohon rimbun, batu besar, binatang-binatang tertentu dianggap ada penghuninya sehingga mereka memujanya agar penghuninya tidak marah. Jika gunung meletus manusia purba beranggapan bahwa penghuni gunung itu marah.
Situs penguburan Gunung Piring yang berada di perbukitan merupakan bukti kepercayaan bahwa roh nenek moyangnya bersemayam pada tempat yang tinggi.  Salah satu alat upacara yang dipergunakan oleh nenek moyang kita di Pulau Lombok adalah nekara. Nekara yaitu semacam tambur besar, bentuknya seperti dandang terbalik  dan  dijadikan  sebagai  benda pusaka, dianggap suci dan dipuja pada waktu mengadakan kegiatan upacara. Hal ini terbukti dengan adanya penemuan nekara di desa Pringgabaya pada tahun 1999.
Selain itu, mereka juga memuja benda (fetish) dan binatang yang menurut mereka menakutkan sehingga paham antromorfisme merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Antropomorfisme adalah kepercayaan tentang persamaan (pengenaan) ciri-ciri manusia pada binatang atau benda mati sebagai wujud bentuk prilaku yang menyerupai hewan.
Menurut Haerunnisa (2012) Orang-orang sasak telah mempunyai kepercayaan atau agama yang terdiri dari animisme, dinamisme, bodaisme, budhisme, dan hindhuisme. Bagaimana perkembangan kepercayaan atau agama-agama tersebut datangnya Islam, berikut ini akan dipaparkan secara singkat
1.    Bodhaisme
Sebelum kedatangan pengaruh asing di Lombok, boda merupakan kepercayaan asli orang sasak. Orang sasak pada waktu itu, yang menganut kepercayaan ini, disebut sebagai Sasak-Boda. Kendati demikian agama ini tidaklah sama  dengan Budhaisme karena ia tidak mengakui Sidharta Gautama atau sang budha sebagai figur utama pemujaan maupun terhadap ajaran pencerahannya. Agama boda dari orang sasak asli terutama ditandai oleh animisme dan panteisme. Pemujaan dan penyembahan roh-roh leluhur dan berbagai dewa lokal lainnya merupakan fokus utama dari praktek keagamaan Sasak-Boda.
Menurut Dahlan, (2005) dalam penelitianya menuturkan, bahwa pada mulanya orang-orang Sasak Boda menyatakan bahwa mereka adalah penganut agama Hindhu Dharma. Namun dalam perkembangannya, setelah tahun 1967/1968 mereka menyatakan keluar dari agama Hindhu Dharma dan berikrar sebagai penganut agama Budha yang sejati, padahal mereka telah mulai mengikut upacara nyepi yang berlangsung di lapangan Tanjung.
Dalam kepercayaan Agama Boda dikenal pula adanya dua macam upacara, yaitu upacara menunas kaya sebagai upacara yang pertama. Upacara tersebut dimaksudkan untuk meminta keselamatan kepada Batara dan Dewa-dewi yang oleh ahli antropologi disebut sebagai permohonan kepada Dewi Sri agar tanaman mereka berhasil dengan baik.  Sedangkan upacara yang kedua adalah mulih kaya, yaitu semacam upacara syukuran atas hasil baik dari tanaman yang diberikan kepada mereka oleh Dewi Sri.
Sebelum tahun 1973 upacara tersebut tidak dilakukan dengan pembacaan puji-pujian terhadap Sidharta Gautama. Akan tetapi yang dibaca adalah tambang-tambang yang menggambarkan adanya hubungan mereka dengan Batara serta Bidadari, di samping adanya kontak langsung antara mereka dengan roh leluhur dan roh sanak saudara yang telah meninggal dunia.
Pada upacara kematian, sebagaimana layaknya orang Islam, orang-orang Boda yang meninggal dunia dimandikan, dan dipasang kain kafan, serta dikuburkan menghadap kiblat, hanya saja mereka tidak dishalatkan. Upacara kematian ini dipimpin oleh mangkubumi.
2.    Animisme
Kata animisme berasal dari kata anima, animae, dari bahasa latin animis. Kata ini merupakan sebutan untuk kepercayaan yang pada mulanya dimiliki oleh orang-orang primitif. Dalam psikologi dan biologi, kata animisme adalah suatu pandangan yang menyatakan bahwa pikiran atau jiwa yang merupakan suatu elemen immaterial yang bekerja sama dalam tubuh melalui otak dan system syaraf.
Dalam filsafat, animisme merupakan suatu teori yang menjelaskan bahwa segala obyek alam itu bernyawa atau berjiwa serta mempunyai spirit dan kehidupan mental serta fisik bersumber dari nyawa, jiwa atau spirit. Dalam istilah anthropologi animisme adalah kepercayaan bahwa semua benda alam dalam dunia itu berjiwa (mempunyai roh), sehingga roh-roh itu harus dijaga dan tak boleh dipermainkan. Ia dapat terdiri dari roh mereka yang sudah meninggal dunia dam menimbulkan adanya pemujaan terhadap roh nenek moyang atau mungkin roh-roh yang bersifat umum dan tidak dihubungkan dengan seseorang. Animisme yang berkembang dalam kebudayaan kuno itu akan lenyap dengan munculnya agama-agama yang terorganisir.
Tylor dalam bukunya primitive culture mengemukakan bahwa wujud agama dimulai dari animisme merupakan perlambang dari suatu jiwa atau roh yang dimiliki oleh beberapa makhluk lainnya. Tylor dalam penelitiannya di kalangan masyarakat Negro menambahkan bahwa makhluk halus tersebut dapat memasuki tubuh manusia serta menguasainya, merasuk ke dalam tubuh binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan atau pepohonan. Kepercayaan ini berkembang di masyrakat primitive Lombok sehingga mereka memuja roh nenek moyang yang telah tiada. Mereka yakin bahwa orang yang sudah meninggal dunia memiliki roh-rohnya masih ada. Mereka menginginkan agar hubungan mereka dengan roh nenek moyang tetap berlanjut dan tidak terputus sepanjang masa.
Oleh karena itu, mereka pada umumnya senang apabila jenazah para leluhur bahkan kaum kerabat mereka dimakamkan di kampung mereka sendiri, agar mereka dan roh-roh para leluhur senantiasa berada dalam ikatan keluarga.
Selain itu, mereka juga meyakini adanya roh-roh yang masih berkeliaran di alam ini. Roh-roh itu dapat dapat dipanggil serta diminta pertolongan untuk menolak timbulnya musibah dan bencana, atau untuk mengusir roh-roh jahat lainnya. Roh-roh tersebut biasanya bersemayam di gunung-gunung, arca-arca, kuil atau pura, mummi orang yang telah meninggal, atau pada tubuh orang yang masih hidup. Mereka juga beranggapan bahwa di sekeliling mereka terdapat roh-roh orang-orang yang telah meninggal dunia. Karenanya wajar apabila di dalam masyarakat Sasak terutama pada masa lampau terdapat berbagai macam upacara dan adat istiadat yang diterapkan untuk menghadapi orang yang meninggal dunia tersebut.
3.    Dinamisme
Kata dinamisme dalam bahasa Yunani berasal dari kata dynamos. Kata tersebut dibahasa Inggris-kan menjadi dynamis yang dalam bahasa Indonesia berarti kekuatan, kekuasaan atau khasiat. Menurut Honig dinamisme diartikan dengan “sejenis paham dan perasaan keagamaan yang terdapat di berbagai bagian dunia, pada berjenis-berjenis bangsa dan menunjukkan banyak persamaan-persamaan”. Harun Nasution menjelaskan bahwa manusia primitif yang tingkat kebudayaannya masih rendah sekali, tiap-tiap benda di sekelilingnya mempunyai kekuatan bathin yang misterius.
Dalam ensikopledi umum dinamisme adalah kepercayaan keagamaan primitive pada zaman sebelum kedatangan agama Hindhu ke Indonesia termasuk antara lain Polynesia dan Melanesia. Dengan demikian dinamisme merupakan kepercayaan yang mengarah kepada pemujaan terhadap benda-benda, binatang-binatang dan lain-lainnya yang dianggap mempunyai kekuatan gaib (manna). Kepercayaan dinamisme ini juga dikenal dengan nama fetish. Kata fetish ini berasal dari bahasa Portugis Fetico yang berarti jimat kemudian diterapkan pada pengertian peninggalan atau pusaka atau tasbih, yaitu sesuatu yang mengandung daya gaib atau benda-benda yang berkualitas magic.
Menurut keyakinan masyarakat primitive benda-benda atau binatang tersebut dapat menghindarkan mereka dari gangguan makhluk halus yang jahat, serta menghindarkan mereka dari malapetaka dan kesengsaraan, seperti sakit dan musibah lainnya. Benda-benda tersebut dianggap dapat mendatangkan kebahagiaan, banyak rizki, panjang umur, disenangi orang dan lain sebagainya. Benda-benda yang dianggap mempunyai kekuatan ghaib tersebut cukup banyak. Di antaranya batu akik, besi yang dibentuk sebagai keris, air yang diyakini mempunyai manna oleh para dukun. Menurut keyakinan mereka, hujan berkuasa atas kemarau, untung mujur serta malangnya nasib dan lain sebagainya mengandung manna tidak hanya benda-benda tetapi juga manusia, seperti dukun, kepala suku, pimpinan perang, raja dan lain-lain.
Pada zaman dahulu, di pulau Jawa banyak raja-raja yang dianggap menjadi titik pertalian antara daya-daya. Mereka dilingkungi oleh peraturan larangan pantangan atau tabu sehingga rakyat pada umumnya, tak berani menatap wajah mereka, sebagaimana yang pernah terjadi di kalangan raja-raja di Yogyakarta, hal inipun terdapat dalam masyarakat Sasak primitif. Disamping menganut animisme, masyarakat suku Sasak zaman dahulu ada juga yang menganut dinamisme. Paham atau kepercayaan mereka tentang adanya kekuatan gaib tersebut tercermin dalam kenyataannya akan seringnya timbul perasaan tidak nyaman dan penuh kekuatan, khususnya apabila mereka ditimpa bencana atau musibah yang diakibatkan oleh peristiwa-peristiwa yang dianggap besar, seperti gunung meletus, banjir besar, terdengarnya guruh atau petir dan lain sebagainya. Adanya bahaya yang muncul dari binatang-binatang buas atau binatang-binatang tertentu lainnya, seperti harimau, buaya, biawak, tikus dan lain sebagainya. Kesemuanya itu, seringkali mencemaskan dan menggelisahkan mereka. Paham itu mencerminkan keyakinan adanya kekuatan gaib, semacam penjelmaan dari roh nenek moyang mereka.
Dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat Sasak juga memandang bahwa dalam hidup ini terdapat kekuatan ghaib yang maha dahsyat yang memisahkan mereka dari alam lain yang sangat menakjubkan, yaitu Zat Tuhan Yang Maha Kuasa, yang mempunyai larangan serta ancaman yang sangat menakutkan. Menurut pendapat mereka, tidak ada pemisahan antara Zat Tuhan Yang Maha Kuasa dengan alam arwah dan alam semesta beserta segala isinya. Perubahan-perubahan yang sering terjadi di alam semesta ini sangat dipengaruhi oleh kekuatan gaib tersebut, yang selanjutnya akan berpengaruh pula pada hidup dan kehidupan mereka pada umumnya.
Oleh karena itu, meraka senantiasa berusaha menciptakan keselarasan dan keserasian hidup dengan alam semesta, agar kehidupan mereka terjamin dalam ketenangan, ketentraman, dan kesejahteraan, baik di alam dunia atau pun di alam gaib. Mereka tidak berusaha menguasai alam ini, namun kalau hal itu terpaksa mereka lakukan, maka mereka terlebih dahulu memohon izin kepada Yang Maha Kuasa dengan cara menyelenggarakan kegiatan keagamaan berupa upacara sesajen yang dipimpin oleh para pemangku daerah setempat, yang dikenal dengan sebutan Toaq Lokaq
  1. Pandangan tentang Kosmos
Menurut Lalu Wacana (1997) Nenek moyang kita percaya bahwa dalam hidup ini ada satu kekuatan yang memisahkan hidupnya dengan alam ghaib yang menakjubkan, mengancam, melarang menimbulkan penyakit. Alam ghaib dengan segala isinya yang ghaib pula bagi masyarakat sederhana tidak terjangkau oleh akal pikirannya sehingga meliputi jiwa dan kehidupannya yang akhirnya mereka percaya bahwa daripadanya akan mendapat rahmat, keselamatan atau sebaliknya kutukan maupun kesengsaraan.
Perubahan-perubahan yang terjadi di alam semesta ini selalu ikut mempengaruhi hidup dan kehidupan manusia. Oleh karena itu mereka berusaha mencapai keselarasan dan keserasian dengan alam semesta agar terjamin ketenangan, ketentraman dan kesejahteraan baik untuk di dunia maupun alam ghaib. Mereka tidak berusaha menguasai alam dan kalau terpaksa terlebih dahulu memohon ijin dengan jalan mengadakan sesajen. Tradisi pemangar gumi dan nyenyampang sebagai wujud penghormatan terhadap alam sampai sekarang masih terlihat di Sembalun.. Pemangar Bumi yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk pemberitahuan terhadap tanah sebelum dilakukan penebangan pohon dan nyenyampang yaitu suatu acara yang dilakukan untuk menghormati makhluk halus yang tinggal di pepohonan. (Hasil Wawancara dengan H. Purnipe, 2012)
Keterbatasan dalam mengatasi setiap rintangan alam menyebabkan timbulnya penyakit. Dalam kondisi yang demikian, mereka menggunakan bantuan belian (dukun). Dalam masyarakat suku Sasak, sistem pengobatan tradisional melalui jalur tiga jalur yaitu jalur mistis, jalur tumpu jalur wariga (ilmu perbintangan).
a.       Jalur Mistis
Sistem ini bertumpu pada kekuatan Dewi Anjani yang terletak di Gunung Rinjani. Mitologi ini menuturkan adanya kekuatan jin jahat yang dahulu menolak untuk dirubah menjadi manusia penghuni pulau Lombok. Konon hanya 20 pasang Jin yang bersedia menjelma menjadi penduduk awal pulau Lombok. Jin yang menolak termasuk kelompok Jin jahat. Mereka memiliki ibu bernama Dare Peri  dengan pemimpin bernama Patih Gerigis. Merekalah yang bersumpah akan menjadi jin jahat untuk selalu menyakiti manusia. Kelompok ini terdiri dari, (1) Belate bersemayam di pohon kayu, (2) Gutun Tanaq yang bersemayam dalam bumi, (3) Berhale bersemayam pada batu, (4) Bakeq  yang bersemayam di lautan.
Masyarakat Sasak meyakini kekuatan supranatural dengan pembagian sebagai berikut (1) Betara guru yaitu raja dewa-dewa yang menurunkan raja Lombok, (2) Bidadari yaitu sebangsa dewi yang hidup di madya antara awang-awang, (3) Bebodo’ yaitu sebangsa hantu yang berkeliaran bila magrib tiba, terutama pada malam Jum’at. Itulah sebabnya pada saat-saat itu, anak-anak dilarang bermain-main. Ia suka menyembunyikan anak kecil yang diberi makan ulat. Untuk menemukannya dipukulkan parang buntung, (4) Bakeq juga sebangsa hantu yang sangat jahat membuat manusia sakit. Tempat tinggalnya di hutan, batu-batu besar dan pohon kayu yang rindang, (5) Belata sama halnya dengan bakeq hanya perbedaannya belata makan orang., (6) Bebai sejenis makhluk halus yang kecil, tidak semua orang dapat melihatnya. Bebai dipelihara oleh selaq, (8) Sela’ sebenarnya bukanlah makhluk halus melainkan manusia biasa.
Seorang dapat menjadi selaq disebabkan memiliki ilmu sejenis sihir sehingga berbuat dan berubah menjadi sesuatu sesuai kehendaknya. Ada juga orang menjadi selaq karena keturunan. Orang yang beristrikan selaq, maka ia menjadi selaq. Jenis selaq ada dua yaitu : (1) selaq beleq : kekuatannya lebih besar dan lebih hebat dalam menghancurkan kekuatan lawan umumnya memakan bangkai dan kotoran manusia. (2) selaq bunga : hidupnya di angkasa dan selalu mencari musuh di malam hari. Selaq bunga tidak memakan makanan yang kotor seperti halnya sela’ beleq
b.      Jalur Tumpu
Formulasi pengobatan melalui jalur tumpu menggunakan tumbuhan yang terdiri dari akar, daun, bunga, kulit, getah dan buah. Bahan-bahan tersebut diberikan jampi-jampi (mantra/do’a). Banyak tumpu yang berinduk komponen mamaq lekes (mengunyah daun sirih) yang terdiri dari sirih, pinang, kapur dan tembakau. Selain itu, ditambahkan dengan sekuh (kencur), jahe, jeringo, temopoh, laos (lengkuas), ile-ile, daun jarak, buah jarak, buah pace, perie (pare), borok nangke, ketela, adas, pepaya, lemokek, berore, terong pipit, johar, kesambiq, temperot manuk, babak jepun (kulit kamboja), kemuning, lengkukun, cemare (cemara), bunga sandat, kerton putik, melati, gadung, akar re (akar ilalang), babak banten, pedun gumi dan lain-lain.
c.       Jalur Wariga
Wariga adalah jalur perbintangan meliputi ilmu keprimbonan seperti pelintangan, nagari, diwase tanam, diwase bale, diwase roah, diwase beternak  dan lain-lain
1)     Pelintangan adalah ilmu perbintangan yang digunakan untuk membaca isyarat bintang seperti bintang kukus (untuk keamanan teritorial), bintang tenggale (untuk menggarap pertanian), bintang rowot (untuk kesuburan tanah), bintang pai (untuk keadaan cuaca).
2)     Lelungan adalah ilmu untuk meramal untung budi, manfaat mudharat dan halangan bepergian dalam bentuk papan kecil yang disebut wariga lelungan
3)     Keprimbonan meliputi ilmu tentang tanda-tanda pada manusia, seperti tanda baik buruk kelakuan, rezeki, kesetiaan perempuan, kenikmatan yang dilihat rambut, hidung, telinga, mulut, gigi, leher, dada, perut, pinggul sampai tumit
4)     Diwase tanam meliputi wong, sato, mine, manuk, taru
5)     Diwase bale meliputi tahap pekarangan, posisi rumah, dapur, kandang, lumbung padi, sumur dan berugaq
6)     Diwase rowah meliputi penetapan hari baik upacara
7)    

23
Diwase ternak untuk menentukan hari baik untuk memulai memelihara hewan ternak
8)     Diwase untuk berperkara, berperang, perisaian dan lain-lain
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa wariga merupakan sebuah profesi yang berimplikasi pada ilmu perbintangan. Kepercayaan masyarakat Sasak di Pulau Lombok terhadap sesuatu yang mistis sehingga wariga menjadi bagian penting dalam membentuk ikatan struktural fungsional di tengah masyarakat.
Sumber : Studi Sejarah dan Budaya Lombok "Kerjasama Pusat Kajian Sejarah dan Budaya Sasak Lombok dengan Bappeda Lombok Timur", 2015







Komentar

Postingan populer dari blog ini

SISTEM PERKEMBANGBIAKAN TUMBUHAN DAN HEWAN

Perkembangbiakan Tumbuhan dan Hewan. Selain manusia dan hewan, tumbuhan juga dapat berkembang biak. Tujuan perkembangbiakan yaitu untuk mempertahankan jenisnya agar tidak punah. Perkembangbiakan pada tumbuhan ada dua cara, yaitu dengan cara vegetatif dan generatif. Perkembangbiakan vegetatif adalah perkembangbiakan melalui bagian tumbuhan itu sendiri, sedangkan perkembangbiakan generatif adalah perkembangbiakan melalui penyerbukan. Tumbuhan berkembangbiak dengan cara kawin (generatif) dan tidak kawin (vegetatif) A.     Perkembangiakan tumbuhan secara generatif Tumbuhan yang berkembangbiak dengan cara kawin selalu diawali dengan peristiwa penyerbukan pada bunga. Penyerbukan yaitu proses menempelnya serbuk sari di kepala putik. Penyerbukan kemudian diikuti dengan proses pembuahan sehingga terbentuk biji. Contoh tumbuhan yang berkembangbiak dengan cara kawin antara lain : mangga, jeruk, dan jambu. B.   Perkembangbiakan Tumbuhan Secara Tak Kawin (vegeta...

KARAKTERISTIK DAN SIFAT-SIFAT MAGNET

Magnet adalah benda yang dapat menarik logam. Berdasarkan kemampuan magnet menarik benda, maka bahan-bahan dikelompokkan menjadi 3 yaitu   : (1) Bahan ferrromagnetik, bahan yang ditarik kuat oleh magnet. Contohnya adalah besi, baja, kobalt, dan nikel, (2) Bahan paramagnetik, bahan yang ditarik lemah oleh magnet. Contohnya adalah alumunium dan platina, (3) Bahan diamagnetik, bahan yang ditolak lemah oleh magnet. Contohnya adalah seng, bismuth, dan natrium klorida. Gaya magnet dapat menembus benda Nonmagnetis . Gaya tarik magnet masih berpengaruh terhadap benda magnetis di balik penghalang tersebut. Meskipun demikian, jika penghalang itu terlalu tebal, pengaruh magnet akan hilang. Dengan demikian, kekuatan gaya tarik magnet dipengaruhi oleh ketebalan penghalang antara magnet dan benda magnetis.  Perhatikan video MATERI DAN PEMBAHASAN SOAL MAGNET Beberapa karakteristik dan sifat magnet antara lain : A.     Bentuk Magnet Magnet memiliki berbagai maca...

SOAL QUR'AN HADITS MTs

SOAL UJIAN MID  QURAN HADIS KELAS       : VIII Pilihlah jawaban yang benar! 1.        Huruf lam dibaca tafkhim apabila…. a.        Terdapat dalam lafzul jalalah b.        Terdapat dalam lafzul jalalah da n huruf sebelumnya berharakat kasrah c.         Terdapat dalam lafzul jalalah dan huruf sebelumnya berharakat fathah atau damah d.        Huruf lam tidak terdapat dalam lafzul jalalah 2.        Huruf lam yang tidak pada lafzul jalalah, cara membacanya… a.        Tarqiq                                             ...